Jumat, 08 Februari 2008

Tan Malaka

I. KE ZAMAN KOMUNISME
Tiap-tiap pergaulan hidup di muka bumi ini, baik di Asia atau Eropa, baik dulu ataupun sekarang, terdiri oleh klassen atau kasta, yakni kasta tinggi, rendah. dan tengah.
Menurut pikiran KARL MARX, maka timbulnya kasta tadi, yaitu disebabkan oleh perkakas mengadakan hasil, seperti cangkul, pahat dan mesin. Adanya kasta tadi pada sesuatu pergaulan hidup, menyebabkan, maka politik, Agama dan adat, dalam pergaulan hidup itu bersifat kekastaan atau bertinggi berendah. Ringkasnya perkara mengadakan hasil, menimbulkan kasta, dan kasta itu menimbulkan paham politik, agama dan adat yang semuanya bersifat kekastaan. Oleh sebab itu kata Marx lagi, semua sejarah dari semua bangsa, ialah pertandingan antara kasta rendah dan tinggi, antara yang terhisap dan yang menghisap, antara yang terhimpit dan yang menghimpit. Demikianlah pada Zaman Feodalisme atau Zaman Bangsawan, Kaum Hartawan yang terhimpit itu bertanding dengan kaum Bangsawan dan Raja yang menghimpitnya. Di Eropa pada tahun 1789 Kaum Hartawan di Prancis bisa mengalahkan Kaum Bangsawan dan mendirikan Peraturan Kemodalan seperti macam sekarang.
Dalam hal itu pertandingan belum lagi berhenti. Karena pada Zaman Kemodalan sekarang, pertentangan kasta makin tajam, ialah antara Kaum Buruh yang terbanyak dan tertindas itu dengan Kaum Hartawan, yang terkecil, tetapi terkaya dan terkuasa itu.
Berhubung dengan lebar dan dalamnya pertandingan dalam Zaman Kemodalan ini, maka kelak Kaum Buruh, kalau menang ia tidak saja akan memerdekakan dirinya sendiri, seperti dulu Kaum Hartawan, melainkan akan memerdekakan seluruh pergaulan hidup dan sekalian manusia. Dan oleh sebab Kaum Hartawan di seluruh dunia bersatu, maka haruslah pula Kaum Buruh seluruh dunia bersatu, buat manghancurkan musuhnya.

1. Watak Zaman-Bangsawan
Pada Zaman-Bangsawan, maka perkakas di sawah dan ladang, hanyalah cangkul atau bajak. Di tempat pertukangan, pahat atau ketam yang semuanya diangkat dengan tangan. Hasil sawah, pertukangan dan pertenunan, cuma buat keperluan masing-masing orang atau masing-masing famili saja. Kalau ada berlebih dari keperluan itu, barulah dijual, supaya bisa membeli kain, cangkul atau bajak. Jadi perniagaan baru mulai timbul.
Ringkasnya pada Zaman-Bangsawan perkakas kecil, hasil sedikit dan buat keperluan masing-masing famili saja. Sisa keperluan satu-satu famili juga sedikit, sebab itu perniagaan masih lemah.
Beberapa tani, tukang dan saudagar pada Zaman Bangsawan berkumpullah mendirikan desa atau kota. Buat menjaga keamanan dalam desa tadi dan mempertahankan desa tadi pada musuh, maka mereka mendirikan Pemerintah Desa. Anggota biasanya terdiri dari orang yang tua, yang pandai, cerdik, berani dan mendapat kepercayaan dari orang banyak. Pangkat memerintah negeri akhirnya jadi turun menurun dari bapak ke anak. Sekarang penduduk desa sudah mulai terbagi atas kasta: Tani, Tukang, Saudagar dan kasta-memerintah, yaitu Bangsawan. Apabila desa tadi banyak berperang-perangan, maka makin besar kuasanya Kaum Bangsawan dan makin dalam kebangsawanan. Kemudian dua desa atau beberapa desa mulai mangadakan perserikatan buat mempertahankan diri kepada serangan dari luar. Urusan negeri dan peperangan sekarang jatuh di tangan seorang Bangsawan yang tetinggi, yang sekarang berpangkat Raja dan berkuasa lebih dari Bangsawan yang sudah-sudah. Makin banyak peperangan dan kemenangannya Raja itu, makin besar kekuasaannya turun menurun.
Negeri bertambah besar, kekuasaan makin tertumpuk kepada Raja dan Bangsawan, kekayaan makin tertumpuk kepada Kaum Hartawan serta kaum Buruh dan Tani makin terhisap dan tertindas.
Supaya Buruh dan Tani yang terbanyak itu, takluk saja kepada Kaum Raja dan Bangsawan, maka harus diadakan Agama, Didikan dan Adat yang bersifat kekastaan atau kebudakan.
Gereja atau mesjid jatuh di tangan Kaum Bangsawan juga, anaknya Rakyat diajar jongkok dan menyembah, sedangkan anaknya Raja serta Bangsawan diajar memukul, memaki dan menerjang.
Demikianlah wataknya Zaman-Bangsawan itu di India, di Jawa atau Tiongkok dan Jepang.

2. Watak Zaman Hartawan
Kira-kira 200 tahun yang lalu, kaum Hartawan di Eropa makin bertambah kaya. Pertukangan, dan pertenunan yang dulu kecil-kecil, dan buat keperluan masing-masing famili saja, sekarang sudah terkumpul pada satu pabrik. yang memakai beratus-ratus kuli. Perniagaan sudah jauh melewati batas desa atau negeri. Bank sudah meminjamkan kepada atau menerima uang simpanan dari seluruh penduduk negeri.
Tetapi, walaupun kekayaan Kaum-Hartawan sangat maju, kekuasaannya masih tinggal seperti dulu. Raja dan Bangsawan masih bisa ambil pajak sehekendak hatinya. Kemerdekaan Kaum-Hartawan buat mengirim barang dari satu negeri ke negeri lain sangat terhambat, karena barang-barangnya acap kali dipajaki oleh Bangsawan atau Raja. Juga Kaum Pendeta, yakni keturunan Bangsawan tak kecil keganasannya.
Buat merdeka mendirikan pabrik dan kirim mengirim barang, maka Kaum Hartawan mesti merdeka dalam urusan politik-Negeri.
Dengan pertolongan Tani dan Buruh, maka Kaum Hartawan pada tahun 1789 bisa menghancurkan semua kekuasaan Kaum Bangsawan dan Raja Prancis. Sekarang urusan ekonomi, dan politik luar serta dalam negeri sama sekali jatuh di bawah tangan Kaum Hartawan dan Wakilnya.
Sekarang Modal bisa tumbuh dan menjalar kiri kanan dengan leluasa. Dalam satu pabrik tidak seratus atau dua ratus, melainkan sudah sampai 30 ribu orang kuli kerja (Inggris, Jerman dan Amerika). Hasilnya dalam satu jam saja sudah beribu-ribu pikul. Mengangkutnya hasil tidak lagi dengan bahu, kerbau atau kuda, melainkan dengan kereta atau kapal yang cepatnya seperti petir. Dengan kelingking saja satu sekerup dibuka, mesin yang kuatnya sejuta kuda berputar dengan sendirinya saja. Kirim mengirim dan pesan memesan barang ke empat penjuru alam dijalankan dengan kawat atau radio. Dari Asia dan Afrika tiap-tiap hari diangkut barang-barang yang mesti dikerjakan dalam pabrik di Eropa, dan dari Eropa atau Amerika tiap-tiap jam berjalan kapal yang mengangkut barang-barang pabrik ke Asia dan Afrika. Ringkasnya mesin kerja dengan kuat dan cepat, Kuli terkumpul pada satu pabrik saja sampai beribu-ribu, pekerjaan teratur dari satu administrasi-pabrik dan dikerjakan bersama-sama, sedangkan perniagaan sudah internasional.
Tetapi seperti pada Zaman-Bangsawan ada pertentangan antara Kaum Bangsawan dan Kaum Hartawan, begitulah juga pada Zaman Hartawan atau Kemodalan ada pertentangan antara Kaum Hartawan dan Kaum Buruh serta Tani. Seperti Zaman­Bangsawan mengandung Benih-Hartawan yang kelak akan menghancurkan Kaum-Bangsawan sendiri, demikianlah pula Zaman-Hartawan kita ini mengandung Benih Buruh yang kelak akan menghancurkan Kaum Hartawan.
Keyakinan ini kita Kaum Komunis tidak diperoleh dari limau-purut atau ujung jari, seperti tukang-tukang ramal, tetapi kita peroleh dari bukti yang nyata.
Pertentangan-pertentangan yang nyata dan tak bisa didamaikan pada Zaman-Kapitalisme atau Hartawan, ialah:
I. Hak-Milik. Pada Zaman-Hartawan, seperti juga pada Zaman-Bangsawan maka perkakas mengadakan hasil itu berpisah dari orang yang mengadakan hasil, yakni Kaum-Buruh. Sebab perkakas itu bukan kepunyaan Kaum-Buruh, melainkan satu atau dua orang Hartawan, maka hasil yang diadakan oleh Kaum-Buruh tidaklah kepunyaan Kaum-Buruh sendiri, melainkan kepunyaan yang memiliki perkakas, seperti: tanah, pabrik, kereta, kapal dan lain-lainnya. Kaum Hartawan tak bekerja, tetapi ia memiliki hasil. Kaum Buruh membanting tulang, tetapi tak memiliki hasil yang diadakannya sendiri. Sebabnya, maka dunia sampai terbalik begitu, ialah karena hak-Milik, yang pada semua negeri Bangsawan diaku sah oleh Wet (Bahasa Belanda untuk hukum - catatan editor) dan agama, sekarang dalam Zaman-Hartawan menjadi racun. Dengan alasan hak Milik itu, modal kecil menjadi besar, perusahaan kecil terpukul oleh yang besar dan tani kecil terpukul oleh tani besar, sehingga tukang-tukang kecil dan tani­tani tidak lagi berpunya apa-apa. Kaum yang tidak berpunya ini, terpaksa menjual tenaganya pada Kaum Hartawan dengan harga seberapanya saja, asal bisa menolak bahaya lapar dan mati. Jadi sebab hak Milik tadi pergaulan hidup terbagi dua: l. Kaum Hartawan Sang tersedikit orangnya, tetapi memiliki Perkakas dan Hasil, dan 2. Kaum Buruh, yang terbanyak orangnya, yang sungguhpun mengadakan hasil tak memiliki hasil itu, karena ia orang upahan saja.
II. Anarkisme. Sungguhpun dalam satu pabrik ada teratur banyak dan caranya mengadakan basil, tetapi satu pabrik berpukul-pukulan dengan yang lain. Kalau satu negeri mempunyai misalnya 100 pabrik kain, maka tiap-tiap pabrik ada mengatur dan menentukan banyak hasil yang mau diadakan, buat masing-masingnya, tetapi yang 100 pabrik tadi tidak mengatur banyak hasil buat seluruh negeri, melainkan masing-masing mengadakan hasil buat memukul yang lain. Makin banyak hasil dapat makin murah harganya barang, sehingga lawannya terpukul dan jatuh. Kalau hasil tiba-tiba menjadi terlampau banyak, harga terlampau murah, dan pabrik tertutup, seperti teh, getah dan minyak di Indonesia baru-baru ini. Walaupun Rakyat perlu memakai hasil itu, tetapi yang punya tidak akan membagikan pada Rakyat, malah lebih suka membuang hasil itu, seperti Kapitalis-Gandum di Amerika pada tahun 1922. Jadi hasil yang diadakan oleh 100 pabrik tadi bukanlah buat negeri dan penduduknya, melainkan buat perniagaan dan pukul-memukul dalam perniagaan. Demikianlah Kaum Hartawan mengadakan hasil tidak rasional, yakni menurut keperluan orang banyak, melainkan anarkistis, yakni sesukanya saja, buat mencari untung.
III. Mesin. Buat pukul-memukul dalam perniagaan atau concurrensi, Kaum Hartawan memakai mesin baru. Dengan jalan begitu hasil dengan cepat menjadi berlipat ganda, sehingga harganya barang itu bisa murah sekali. Tuan pabrik yang masih memakai mesin tua, tidak bisa menghasilkan begitu banyak dan begitu cepat. Harga barangnya tinggal mahal, dan akhirnya ia jatuh. Tetapi mesin baru tadi mengurangkan tangan yang mengangkatnya, karena mesin itu bisa dijalankan dengan uap atau listrik saja. Berhubung dengan memakai mesin baru, beribu-ribu buruh dilepas, karena melimpah. Tiap-tiap negeri di Zaman Hartawan penuh dengan limpahan Buruh, yakni buruh yang dilemparkan dan tidak bisa dapat kerja. Limpahan Buruh ini, selalu bertambah-tambah, karena mesin baru tiba-tiba menaikkan hasil, dan tiba-tiba naiknya hasil tiba-tiba pula mendatangkan krisis yakni jatuh harga barang. Kalau krisis datang beribu, berjuta buruh dilepas. Ringkasnya Zaman-Hartawan penuh mempunyai perkakas (mesin), dan penuh mempunyai hasil, tetapi sebaliknya berjuta manusia tanpa pekerjaan dan hidup dalam kelaparan. Nyatalah sudah Kaum Hartawan tidak bisa mengurus keperluan Rakyat.
IV. Kasta. Pada Zaman-Hartawan satu kongsi perniagaan bisa maju dengan dua jalan: pertama dengan memukul, kedua dengan berkawan. Kalau satu kongsi mempunyai modal yang besar, tentu ia dengan sementara menurunkan harga barangnya, bisa menjatuhkan musuhnya. Tetapi kalau mereka sama-sama kuat, maka ia mencoba berserikat. Dengan perserikatan mereka mudah menaikan harga barang dengan sekehendak hatinya, karena tak ada persaingan lagi. Yang kerugian tentulah Rakyat juga, yang terpaksa membayar. Dengan jalan berserikat itu dua atau tiga maatschappy (perusahaan) menjadi sindikat. Sindikat ini kurang teratur lagi, karena masih banyak kepala yang mengurus, ialah kepala-kepala dari maatschappy (perusahaan) yang berserikat. Supaya urusan lekas, maka kepala yang banyak tadi ditukar jadi satu, sehingga perniagaan bertambah kuat, urusan rapi dan lekas, karena urusan ge-centraliseerd yakni mempunyai satu kepala saja. Inilah namanya trust. Trust ini bisa berserikat lagi dengan trust lain, seperti trust besi dengan trust arang, sehingga harga arang dan besi boleh dibikin sekehendak yang punya trust. Di Jerman umpamanya Stinnes tidak mempunyai satu, melainkan bermacam-macam trust, seperti arang, besi, kertas, kereta, kapal, Banken, kayu, dan sebagainya. Jadi pertama harga grondstof atau barang asli, yang perlu dikerjakan di pabrik bisa rendah sesuka Stinnes saja. Sebaliknya fabriekswaren atau barang pabrik boleh dia naikkan sesuka hatinya, karena pabrik, kereta, kapal dan surat kabar buat advertensi sama sekali jatuh ditangannya. Jadi semua kongsi, maatschappy (perusahaan) dan Sindikat jatuh di bawah combinatie-trust-Stinnes. Semua urusan ekonomi di Jerman hampir tergenggam di tangan satu manusia saja. Juga Bank dari kongsi kecil menjadi Sindikat, Sindikat menjadi trust dan Trust-Combinaties. Jadi semua urusan Bank jatuh di bawah kekuasaan satu manusia pula (Stinnes). Bank pada tiap-tiap negeri memberi pinjaman pada industri. Supaya ia dapat untung tetap, maka ia adakan kontrol pada industri tadi. Akhirnya industri jatuh di bawah kekuasaan Bank. Bank memberi pinjam uang pada negeri, sebab itu menteri pada suatu negeri kemodalan harus cocok dengan Direktur Bank. Begitulah semua menteri di Amerika mesti tunduk pada Bankir Morgan, Jerman pada Stinnes, Prancis pada lauchuer dan sebagainya. Bank pada suatu negeri acap memberi pinjaman uang kepada negeri lain. Supaya bunga terus diterima, Menteri luar harus menjaga keperluan itu, dan kalau perlu haruslah negeri luar itu dijadikan jajahan. Dengan jalan begitu barang jajahan bisa tetap masuk (kopi, gula, kapas, dll.) orang jajahan tetap beli barang pabrik (kain, mesin, dll.) dan bayar hutang. Nyatalah sudah, bahwa kemajuan kapitalisme mengumpulkan kekuasaan pada satu dua orang. Seorang Bankir menguasai industri negeri, pemerintah negeri dan koloni. Kaum modal pada sesuatu negeri semakin hari semakin bertambah kaya dan bertambah sedikit, kaum buruh bertambah banyak dan bertambah miskin. Pertentangan Hartawan dan Buruh bertambah tajam, sehingga puteran kasta yakni revolusi sosial tak bisa dihindarkan. Salah satu Hartawan atau Buruh mesti hancur.
V. Imperialisme. Anarkisme dalam hal mengadakan menyebabkan Kaum-Hartawan dalam sesuatu negeri satu dengan lainnya berpukul-pukulan dan hancur- menghancurkan. Walaupun mereka terhadap kepada negeri lain ada bersatu, tetapi anarkisme tadi juga menyebabkan beberapa negeri di atas dunia ini satu sama lainnya berpukul pukulan dan hancur-menghancurkan pula. Tiadalah satu negeri mengadakan hasil buat keperluan seluruh dunia, melainan buat perniagaan dan persaingan. Satu negeri yang perlu memakai barang jajahan buat pabriknya seperti kapas, getah, dan sebagainya mau sendiri saja memiliki barang asli atau grondstof itu. Ia sendiri saja mau memiliki negeri jajahan itu sebagai pasar barang pabriknya (besi, mesin, kain-kain, kertas dll.) dan ia sendiri saja mau meminjamkan uang pada jajahan itu, supaya ia sendiri saja pula mendapat bunga yang tetap. Berhubung dengan keperluan industri dan perniagaannya, maka ia sendiri pula mau menggenggam politik negeri jajahan itu. Politik imperialisme ini menyebabkan yang satu negeri berdengki-dengkian dan bermusuh-musuhan dengan negeri yang lain Hal ini menaikkan persiapan peperangan pada tiap-tiap negeri imperialisme dan akhirnya mengadakan peperangan dunia. Demikianlah peperangan dunia yang baru ini, yang memakan jiwa 10.000.000 manusia dan beribu juta harta disebabkan oleh pertentangan antara imperialisme Inggris dan Jerman. Sesudah Jerman kalah, maka timbul lagi sekarang pertentangan antara imperialisme yakni Inggris dan Prancis di Eropa dan lebih tajam lagi Jepang dan Amerika di Asia Timur. Nyatalah sudah, bahwa imperialisme tak bisa dibunuh selama kapitalisme dan anarkisme dalam hal mengadakan hasil masih tetap. Sebab itu peperangan dunia pada tiap-tiap waktu masih mengancam kita.
Kelima penyakit kemodalan yang kita sebutkan diatas ini tiadalah bisa sembuh, karena sudah terbawa oleh diri kemodalan sendiri. Penyakit itu lah yang menyebab­kan Kaum Hartawan bertambah penakut dan bertambah sedikit orangnya dan sebaliknya penyakit itu lah yang menyebabkan Kaum Buruh bertambah miskin, tetapi bertambah rajin kerja (sebab terpaksa) bertambah tertindas, tetapi bertambah revolusioner dan bertambah banyak orangnya. Krisis ekonomi dan politik bertambah dekat, artinya ini cuma revolusi sosial atau putaran-kasta sajalah yang bisa mengobati krisis itu, dan menghindarkan bala yang bisa menimpa seluruh manusia diatas dunia ini:
"Kaum Hartawan yang malas dan sedikit itu haruslah turun, serta Kaum Buruh yang terbanyak dan mengadakan hasil itu, harus memiliki hasil itu dan membagikan hasil itu buat kastanya sendiri dan sekalian orang yang kerja. Ringkasnya Kaum Buruh harus merebut kekuasaan ekonomi dan politik dunia".
3. Zaman Diktatur Proletar
Kaum Agama mengambarkan surga persis seperti kehendak nafsunya sendiri. Begitu juga Kaum Utopis, seperti Thomas More, Saint Simon, Fourier dan Robert Owen menggambarkan masyarakat yang sempurna di dunia ini persis seperti nafsunya masing-masing.
Kita Kaum Komunis tidak mengambil gambaran Komunisme itu dari nafsu seorang tukang mimpi atau ahli nujum saja. Kita tidak disuruh Karl Marx buat menghapalkan saja sifat-sifat Komunisme dan terus tinggal mendoa saja supaya Surga Dunia itu datang. Melainkan kita mendapat keterangan yang jelas dari Marx, bahwa kemajuan Feodalisme di dunia ini membawa kemajuan Kapitalisme, dan kemajuan Kapitalisme sekarang ini membawa kemajuan Komunisme. Sebagaimana Kaum Bangsawan sudah terpukul oleh Kaum Hartawan, begitu juga kelak Kaum Hartawan akan dikalahkan oleh Buruh. Kalahnya itu bukanlah pula oleh sebab-sebab yang mistik atau gaib­gaib melainkan atas sebab-sebab yang nyata, yang bisa dilihat dan dirasa.
Tidaklah pula datangnya Komunisme itu tiba-tiba saja, seperti surga akan terkembang sesudah hari kiamat, tetapi berangsur-angsur, yakni seperti Zaman Kemodalan sendiri yang dulu datangnya juga berangsur-angsur. Dimana pertentangan sangat dalam, seperti di Rusia, maka putaran kasta Buruh dengan Hartawan itu akan disertai dengan banjir darah. Dimana pertentangan itu, selalu dikurang-kurangi, karena Kaum hartawan selalu kasih konsesi atau kemunduran, seperti bisa terjadi di Inggris, maka putaran kasta tadi, boleh jadi tidak berapa menuntut jiwa. Tetapi buat seluruh dunia putaran-kasta itu tiada akan terjadi dengan damai, seperti juga putaran kasta Bangsawan dengan Hartawan dulunya tiadalah terjadi dengan damai.
Tingkat yang mula-mula mesti kita tempuh di atas Zaman-Kemodalan ini ialah Dictaturnya-Proletar. Bukanlah pada satu negeri saja seperti Rusia, tetapi buat di seluruh dunia. Pada tingkat Diktator-Proletar ini, semua Perkakas Hasil, seperti Pabrik Tambang, Tanah, Kereta, Kapal, Gudang-Gudang dll. dimiliki oleh Kaum-Buruh dan diserahkan pada negaranya Kaum Buruh. Semua urusan buat mengadakan hasil, jatuh di bawah pimpinan Kaum-Buruh sendiri, yang di jalankan oleh Wakil-Wakil yang dipilih oleh Kaum Buruh itu tidak lagi ditetapkan buat perniagaan dan mencari untung saja, tetapi terutama buat keperluan Rakyat. Anarkisme dalam hal mengadakan hasil akan hilang dan berganti dengan rasionalisme, yakni mengadakan hasil menurut keperluan Rakyat. Kaum buruh berhenti menjadi orang upahan yang dibayar sebagaimana suka si Kapitalis saja, karena Buruh sekarang sudah memiliki perkakas hasil yang diadakannya sendiri. Sepadan dengan itu Kasta-Buruh, sebagai Kasta upahan atau budak hilang dan berganti dengan Kasta Pekerja yang campur mengurus pekerjaannya dan memiliki hasil yang dikerjakannya. Oleh karena sekarang mengadakan hasil tidak lagi dengan sesukanya seorang Kapitalis buat perniagaan saja, maka hasil tak akan melimpah lagi, sehingga bisa mendatangkan krisis atau mesti menimbulkan politik merebut jajahan buat pasarnya barang limpahan itu. Jadi politik imperialisme akan hilang dan berganti dengan tukar-menukar barang, seperti barang Eropa dengan Afrika atau Asia, satu negeri dengan yang lain. Berhubung dengan hilangnya politik imperialisme, maka akan hilang pula militarisme dan hilang pula peperangan dunia buat merebut jajahan dan pasar.
Supaya Kaum Buruh aman dan sentosa memiliki perusahaan dan semua hasilnya perusahaan, maka haruslah ia merebut politik-negeri. Kaum-Hartawan dan budaknya dari Kasta Tengah atau Kaum Sosial-Demokrat haruslah diusir dari pemerintahan negeri. Kalau tidak begitu ia akan memogoki (saboteeren) semua peraturan yang baik buat Kaum-Buruh dan menunggu waktu yang baik, dimana ia bisa memakai laskar, armada, justisi, polisi dan bui buat menindas peraturan ekonomi kaum buruh, seperti yang kita rancangkan diatas. Bersama dengan Pemerintah-negeri, haruslah dengan sekejap Laskar, Armada, Justisi, Polisi dan Didikan dijadikan merah. Artinya itu, semua anggota ini, haruslah jatuh di bawah kekuasaan Kaum-Buruh dan seberapa bisa diisi dengan Kasta Kaum Buruh sendiri.
Dengan Pemerintah Merah, Tentara Merah, Polisi Merah, dan Didikan Merah, maka Kaum Buruh bisa menjaga peraturan mengadakan hasil dan haknya atas hasil itu, terhadap kepada musuh baik di dalam atau pun di luar negeri, yang tak putus akan mencoba merebut kembali kekuasaannya yang hilang itu.
Apabila sesudah bertahun-tahun Kaum Hartawan sama sekali hancur, seperti dulu juga Kaum Bangsawan sama sekali hancur, maka barulah lambat laum anggota-anggota Ekonomi Merah, Politik Merah, Didikan Merah dan Justisi Merah berhenti menjadi perkakas penginjak Kemodalan dan Kaum Hartawan, dan menjadi perkakas buat mendatangkan Komunisme. Pada Zaman Komunisme, kasta akan hilang, tindasan dan isapan akan hilang, kekayaan, kepintaran, pengetahuan, kesenian, dan literatur akan menjadi miliknya orang bersama.
Jadi Komunisme itu bukanlah ilmu batin, yang datangnya sesudah habis dibakar kemenyan sepikul, melainkan suatu peraturan buat pergaulan hidup yang sudah terkandung sendiri oleh pergaulan hidup yang sekarang ini. Lekas datangnya itu bergantung sebagian besar dari cakap dan kuatnya Kaum-Buruh Dunia, mendatangkan Diktatur Proletar, yakni memerahkan peraturan ekonomi dan politiknya Kaum Hartawan yang ada sekarang.
4. Taktik
Pada Zaman-Feodalisme, maka Taktik buat mendatangkan pemerintah baru itu, yakni dengan ramal dan kemenyan. Seorang guru atau Kiyai, tahu membaca dalam buku atau di ujung jarinya, kapan Ratu Adil atau Imam Madhi akan datang. Dengan jimat dan kemenyan, maka Kaum Revolusioner-feodal bisa mengalahkan musuh. Psikologi atau semangat semacam ini lahir dari keadaan cara mengadakan hasil juga. Pada Zaman-Feodalisme itu mengadakan hasil terutama dengan cangkul. Kalau tanahpun subur, si Tani rajin mencangkul, tetapi hujan tak turun-turun tentu padi tak dapat. Apa itu hujan, buat si Tani, yang belum pernah dengar Natuurkunde atau ilmu-alam adalah perkara kasih atau bencinya Tuhan. Dia bergantung kepada Tuhan itu, dan cara mendapatkan hujan tidak lain dari membakar kemenyan. Bukanlah seperti buruh-pabrik, yang sama sekali tak tergantung pada alam, malah memakai alam itu uap dan elektris kapan ia suka dan berapa ia suka. Sebab itu si Tani pasif atau penerima dan si Buruh aktif atau jalan. Sifat itu terbawa-bawa dan juga buat mendatangkan pemerintah baru, tak lain akal buat si Tani melainkan nujjum, jimat dan kemenyan.
Di antara Kaum-Buruh industri adalah tiga taktik yang terutama dimajukan: Anarkisme, Reformisme dan Revolusioner.
Taktik Anarkisme lahirnya pada pertengahan Abad yang lalu. Kaum Anarkis, percaya, bahwa kalau tiap-tiap pembesar Kaum-Hartawan di bom, diracun atau ditikam, maka mereka akan takut memerintah. Si Penindas akan hilang, dan Komunisme akan datang sendirinya saja. Jadi mereka tidak memakai tingkat Diktatur Proletar seperti kaum Komunis, dan.tidak memperdulikan organisasi massa-aksi atau aksi ramai-ramai yang teratur. Bahwa semuanya itu mimpi tak perlu dibentangkan disini. Kaum Hartawan dengan polisi, justisi dan tentaranya adalah sangat teratur dan mempunyai disiplin yang sangat keras. Dan kalau satu pembesar terbunuh, maka seribu lagi gantinya. Sebab itu, kalau Kaum-Buruh tak berkelahi teratur dan mempunyai disiplin yang keras ia mesti kalah. Anarkisme belum pernah menang. Cuma pada waktu Bakunin masih ada, disana sini di negeri yang achterlyk atau mundur kapitalismenya seperti di Selatan Jerman, di Balkan ia bisa bikin huru hara. Tetapi di negeri yang sudah maju kapitalismenya pada masa itu (tahun 1850) seperti Inggris, Bakuninisme sama sekali tak bisa dijalankan. Di Rusia sendiri pada tahun 1917 dan sekarang di Jerman Anarkisme sama sekali tak berarti. Sebab kaum anarkis tak mau mengakui aturan dan disiplin itu, maka ia tak bisa membikin perserikatan, malah mudah berpecah-pecahan, dan bertengkar-tengkaran. Sebab ia mengukur kemarahan Rakyat yang tertindas itu kepada yang menindas bukan dengan alasan ekonomi, melainkan dengan kemarahannya personal, maka ia mudah kena provokasi, dan terdorong, sehingga ia terisolasi dari orang banyak, dan akhirnya kalah.
Taktik Kaum Sindikalis, yang juga beralaskan Anarckisme yang terutama berpengaruh di sebelah Selatan Eropa dan Amerika Selatan pun tak bisa mencukupi kekuatan buat memerangi kemodalan zaman sekarang. Kaum Syndicalist itu anti-parlemen dan anti-politik. Sebab itu Kaum Syndicalist tak mau mengirim wakil ke parlemennya kaum Hartawan. Sebaliknya ia menyangka, bahwa Serikat Buruh itulah yang tertinggi. Sudahlah tentu dasar anti-politik dan anti-parlemen itu salah sekali. Dengan sikap begitu, Kaum-Buruh tak tahu akan politiknya Kaum-hartawan, sedangkan politik dan ekonomi itu bersanak sudara. Politik tidak lain dari gecon­centreerde ekonomi, artinya itu, politik ialah pusatnya urusan ekonomi. Apabila Kaum-Buruh akan menyia‑nyiakan politik, yakni pusatnya ekonomi kaum Hartawan itu, mereka akan mudah terjerat kaki dan lehernya.
Taktik Kaum Sosial Demokrat tak perlu kita uraikan di sini dengan panjang lebar. Mereka itu percaya bahwa Modal dan Tenaga (Arbeid) tak bertentangan. Begitu juga Hartawan dan Buruh bisa sama-sama jalan. Sebab itu Kaum Sosial Demokrat memasuki Parlemennya Kaum Hartawan. Mereka percaya, bahwa kalau kelak dengan jalam damai mereka bisa mengadakan wakil lebih banyak dari Hartawan, maka Hartawan akan kalah suara dan akan mundur saja. Sesudahnya itu perusahaan ekonomi boleh dijatuhkan ke tangan Buruh. Berhubungan dengan itu, maka Kaum Sosial Demokrat anti-revolusioner dan aksinya ialah merebut bangku Parlemen saja. Sepadan dengan keyakinan ini, maka Kaum Sosial Demokrat, dimana-mana sudah menjadi Kaum Penghianat. Pembunuhan jiwa Buruh yang 10.000.000 dalam peperangan besar baru lalu, ialah terjadi dengan bantuan Sosial Demokrat, yang selalu bantu Begrooting Kaum Hartawan dimana-mana. Di sekalian jajahan, Sosial Demokrat membantu politiknya Kaum Imperialist buat menindas bangsa Timur. Di Jerman, Ebert, Noske dan Scheidemann sudah merasakan, bahwa Parlemen itu tak mudah dijadikan anggota Kaum Buruh. Dimana dulu, Sosial Demokrat mendapat Meerderheid atau Suara Kelebihan dalam Ryksdag (Parlemen), sekarang mereka jadi boneka saja, dan pemerintah sama sekali jatuh di tangan Fasis. Oleh karena Sosial Demokrat pada tahun 1918-1923 tidak memerahkan Justisi, Kementerian, Laskar dan Polisi, maka anggota-anggota ini dengan rahasia mengumpulkan kekuatannya di bawah selimutnya Sosial-Demokrat. Oleh karena kaum reaksi Jerman sekarang di bawah Presiden Jendral bisa sembelih semua Sosial Demokrat, yang dulu tuannya itu.
Taktik Merah, atau taktik revolusioner tidak saja di Rusia sudah menjatuhkan kemodalan, dan bisa mempertahankan Soviet sudah lebih dari 8 tahun, tetapi dimana-mana di dunia, Eropa Barat, Amerika, Tiongkok, Jepang, India dan Indonesia sedang membingungkan yang berkuasa. Taktik merah tidak bersarang di jimat atau kemenyan, melainkan berurat pada keadaan hidupnya Rakyat yang tertindas. Kita tidak anti-parlemen seperti Kaum Syndicalist, tetapi tidak pula parlemener seperti si Pengkhianat Sosial Demokrat. Kita masuki Parlemen, buat membuka topengnya Kaum Hartawan dan Sosial Demokrat, tetapi sama sekali tiada mengharapkan hasilnya yang konkrit atau nyata dari aksi di Parlemen itu. Kita tahu, bahwa sebagian besar dari Buruh masih mengikut Sosial Demokrat dan percaya pada Parlementarisme. Sebab itu kita masuki Parlemen itu buat memecahkan dari dalam. Dalam pada itu kita lebih pentingkan mengatur kekuatan Buruh, Tani dan sekalian Rakyat yang tertindas di luar Parlemen. Semuanya aksi dan pertarungannya Buruh, Tani dan penduduk kota, baik ekonomi ataupun politik mesti kita campuri. Bukan buat menipu mereka dan memperdamaikan dengan Hartawan seperti laku Sosial Demokrat, melainkan buat membantu mendorong, dan kalau bisa menghancurkan Hartawan dan budak­budaknya. Menurut kekuatan kita dan Rakyat yang percaya pada kita, maka kalau bisa semua aksi ekonomi kita besarkan jadi mogok umum, kalau perlu ditambah dengan boikot dan demonstrasi. Dari mogok umum, boikot dan demonstrasi yang dilakukan di seluruh negeri itulah bisa lahir pemberontakan buat merebut politik negeri dan mendirikan Diktatornya Proletar.
5. Rusia
Seperti Pemberontakan Hartawan kepada Bangsawan di buka oleh Hartawan Prancis pada tahun 1789, begitulah Pemberontakan Buruh kepada Hartawan dimulai oleh Buruh Rusia kepada Hartawan disana. Seperti Revolusi 1789 di Perancis didahului oleh revolusi kecil di Inggris pada tahun 1650 (Cromwell), begitu pula diktatur proletar di Rusia tidak sama sekali baru, karena sudah didahului oleh Komune Paris pada tahun 1870, pada percobaan 1870 Karl Marx, dan Lenin banyak mendapat pelajaran buat menyempurnakan diktaturnya Proletar.
Pada Revolusi Prancis kita bisa mempelajari, bahwa kemenangan Kaum Hartawan yang masih revolusioner itu turun naik. Republik-Hartawan yang didirikan pada tahun 1789 cuma bisa berdiri 5 tahun saja. Kemudian datang Napoleon yang akhirnya jadi Kaisar dan sesudahnya Napoleon jatuh maka berturut turut Raja keturunan Lodewyk XVI, (yang dipancung kepalanya oleh kaum pada revolusioner) bisa kembali memerintah. Barulah pada tahun 1849, maka Republik Hartawan bisa kembali lagi, yang walaupun sementara disambung oleh Napoleon III, sampai sekarang bisa terus berdiri. Jadi tidak kurang dari 60 tahun Prancis berkelahi dengan kalah menang buat demokrasi dan Parlemenarisme cara kemodalan. Dalam waktu Prancis berjuang dengan Bangsawan itu, maka berturut-turut negeri menjatuhkan Raja dan Bangsawannya seperti Belanda dan dimana-mana kekuasaan Bangsawan dan Raja di potong-potong seperti Jerman, Italia, Spanyol, dll. Ringkasnya berpuluh tahun Hartawan di seluruh dunia mesti berperang dengan kalah dan menang baru bisa menghancurkan Raja dan Bangsawannya sama sekali.
Ini pengajaran yang dalam artinya buat kita. Dunia Hartawan yang berpuluh-puluh kali lebih kukuh dari dunia Bangsawan tentulah takkan bisa kita hancurkan dalam satu hari.
Kita tahu, bahwa reaksi di seluruh dunia sekarang bertambah hebat. Karena kaum Sosial Demokrat pada tahun 1917-1923 berkhianat, maka Revolusi Rusia tak diikuti oleh negeri lain-lain. Kaum Reaksi di belakang baju Sosial Demokrat, yang dikemukakan di Jerman buat melindungi Kaum Hartawan bisa bernapas kembali dan mengumpulkan semua senjatanya, yang pada tahun 1918-1923 hampir sama sekali hilang dari tangannya. Sekarang di Jerman Kaum Reaksi sudah mengancam dengan pemerintah Fasis, yakni diktaturnya Kaum Hartawan. Kaum Hartawan tidak akan memakai Parlemen lagi melainkan tangan besi, seperti Mussolini di Italia. Hartawan akan lemparkan demokrasi, dan atur ekonomi dengan memaksa kaum buruh kerja, dengan gaji sedikit, dan waktu yang lama, dan menghancurkan semua pergerakan revolusioner, dengan jalan kasar. Begitu juga di Prancis, dimana ekonomi kusut, Fasis sudah siap. Di Inggris, dimana pada 2 atau 3 bulan lagi disangka akan datang frisis sekarang Fasis sudah mengasah-asah pedang kiri kanan dan mengumpulkan uang dan senjata. Di Amerika, dimana Kaum Komunis mulai maju, Klu Klux Klan, sudah jadi Fasis, dan selalu sedia akan menghancurkan pergerakan merah. Tentulah Fasis dapat sokongan dari Kaum Hartawan baik lahir ataupun batin.
Tetapi makin gelap jalan di muka, makin terang buat kita suluh yang di belakang. Sejarah menyaksikan kita, bahwa pertandingan kasta itu, bukanlah permainan, melainkan suatu kemestian pergaulan hidup dan suatu kewajiban sebagai manusia. Kalau musuh kita mengasah-asah pedang, maka jawab kita lain tidak hanyalah menegapkan barisan dan mempertajam senjata lahir dan batin. Pekerjaan yang sudah dimulai oleh Rusia dengan korban beribu-ribu jiwa, tiadalah boleh kita khianati dengan kelembekan atau dengan meninggalkan dasar yang sudah kita peluk.
Walaupun di kiri kanan ada reaksi, kita mesti terus menyusun tentara yang ada di negeri kita. Kalau kawan kita pada waktu yang di muka ini, baik di Rusia ataupun Eropa Barat dan Amerika dapat serangan, maka kita harus tidak mundur malah merebut kemenangan pada barisan yang kita duduki, yakni: di muka Rakyat Indonesia.

Dilema RUU Pemilu

hai orang-orang baik

Regulasi pemilu dalam segala aspeknya kini menggelinding bak bola salju. Ia terus direproduksi oleh media massa dan menjadi isu yang semakin menggelembung.

Masyarakat pun kini sedang menanti penggodokan Rancangan Undang-undang (RUU Pemilu). Salah satu poin pembahasan yang kini masih alot, di antaranya adalah daerah pilihan dan pola penghitungan sisa suara terkait dengan parliamentary threshold (PT).

Terkait hal itu, tanpa pemahaman yang benar dari masyarakat, niscaya UU Pemilu nanti akan bias, tidak akuntabel dan semakin membingungkan. Akhirnya, partisipasi masyarakat dalam pemilu yang lanngsung, umum bebas dan rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil) akan terciderai oleh kebingungan dan ketidaktahuan mereka.

Electoral Threshold dan Parliamentary Threshold

Electoral Threshold (ET) adalah ambang batas diperbolehkan atau tidaknya partai politik (parpol) yang pernah mengikuti pemilu sebelumnya untuk menjadi kontestan pemilu berikutnya. Sistem ini merupakan cara mengetahui kepercayaan publik (public trust) melalui instrumen pemilu. Pemberlakuan ET bagi parpol yang pernah ikut pemilu sebelumnya telah diatur dalam UU, yang kisarannya 3 persen dari seluruh jumlah suara yang sah. Jika tidak memenuhi kuota tersebut, maka partai tersebut tidak boleh ikut pemilu berikutnya.

ET menjadi salah satu mekanisme demokrasi yang lebih adil. Jika ada partai peserta pemilu sebelumnya tidak dapat ikut dalam pemilu selanjutnya, itu wajar, karena partai tertentu tidak mempunyai dukungan yang signifikan di masyarakat sesuai dengan standar ET. Bagaimana jika partai yang terkena ET ingin mengikuti pemilu mendatang? Mekanisme tersebut diatur dalam UU, yaitu koalisi antarpartai yang terkena ET, sehingga memenuhi kuota ambang batas 3 persen sebagai standar ET. Hal itu bisa dilakukan dengan pintu ganda.

Pintu pertama, memilih salah satu partai yang tergabung dalam koalisi. Bila ada dua partai atau lebih berkoalisi untuk memenuhi prasarat batasan minimal ET, maka bisa dilakukan dengan memilih salah satu nama partai saja. Suara partai lainnya dimasukkan ke satu partai tersebut. Pintu kedua, menggabungkan nama partai. Misalnya dua partai atau lebih berkoalisi untuk memenuhi standar ET, maka mereka menggabungkan kombinasi nama dua partai.

Selain ET, Parliamentary Threshold (PT) kini masih menjadi polemik dan perbincangan publik yang menghangat. PT adalah ambang batas anggota partai politik yang akan duduk di parlemen. Artinya, ia menjadi pembatasan jumlah kursi minimal yang harus dimiliki partai politik untuk mendelegasikan calon legislatifnya. Standar nominal PT kini sedang diusulkan antara 2-3 persen. Jika disetujui 3 persen, maka standar minimal PT berjumlah 17 kursi.

Dalam mekanisme seperti ini, partai yang lolos ET bisa jadi tidak lolos dalam PT. Sehingga, meski ia bisa mengikuti pemilu berikutnya, namun tidak punya kursi di DPR. Dengan kata lain, dari mekanisme PT, akan ada banyak kursi hangus jika dalam proses penghitungan suara, sebuah partai tidak mendapat jumlah kursi minimal tersebut di atas. Hal itu sekaligus mengurai problem akut alotnya kesepakatan di dalam tim perumus RUU pemilu.

Bisa dipetakan, partai menengah dan partai kecil akan sangat waspada karena merekalah yang akan dirugikan. Maka, merekalah yang berposisi kontra. Sebaliknya partai-partai besar merasa diuntungkan, karena mereka akan semakin survive karena akan menerima hibah (pelimpahan) dari kursi hangus yang ada. Merekalah yang setuju dengan konsep ini. Itulah gambaran sederhana kenapa hingga kini RUU Pemilu masih sangat alot, baik di tingkat lobi maupun dalam pembahasan di tingkat panitia kerja (panja) dantimperumus (timus).

Terlepas dari aspek politis di atas, pemberlakuan PT dalam sistem sistem perolehan kursi mempunyai signifikansi penting dalam menata iklim demokrasi di Indonesia. Setidaknya ada tiga hal penting, yaitu: Pertama, munculnya simple multy party system (sistem multi partai sederhana).

Konsekuensi dari tidak terwakilinya partai-partai di parlemen karena tidak memenuhi standar PT, hanya memunculkan beberapa nama partai saja. Kemungkinan hanya ada sekitar tujuh partai yang akan eksis di DPR RI. Hal itu jika mekanisme penghitungan sisa suaranya dibawa ke tingkat provinsi. Kedua, terciptanya hubungan yang jelas antara pemerintah dan parlemen.

Dengan mekanisme seperti ini, parlemen akan membelah menjadi dua kutub. Kutub yang satu menjadi pendukung pemerintah dan kutub lainnya akan menjai oposisi. Keseimbangan dua kutub inilah yang akan semakin mengefektifkan kinerja berimbang dan sinergi, baik antara parlemen dengan pemerintah, maupun di parlemen sendiri.

Ketiga, konsistensi mengemban amanat UUD 1945. Hal itu dilihat dari konsistensi memperkokoh sistem pemerintahan presidensiil sesuai dengan UUD. Jika saja tidak ada PT, maka dengan banyaknya wakil partai yang duduk di parlemen, pemerintah sangat sulit mengontrol kebijakan mereka. Bahkan akan terjadi pembiakan kekuasaan yang justru bermuara dari parlemen.

Dengan kata lain, meski secara de jure sistemnya presidensil, namun de facto yang beropreasi adalah parlementer. Namun demikian, ada banyak problem subtansial yang perlu dibahas lebih jauh, yaitu mengenai pola penghitungan sisa suara, karena hal itu berhubungan langsung dengan ET maupun PT. Lebih jauh, hal itu juga terkait erat dengan problem mendasar tentang proporsionalitas sistem pemilu.

Dengan mekanisme PT, tidak ada keraguan PKB pun merupakan parpol nasional, meski basis-basis dukungannya terkonsentrase pada beberapa wilayah. Syaratnya, bagaimana sistem yang lain seperti penghitungan sisa suara juga diatur secara jelas. Maka, dalam menganalisis sistem pemilu, kita mesti tidak mengurainya secara parsial, karena satu dan lainnya terkait langsung.

Kita buktikan hal itu pada pemilu 2009 sebagai the real election (pemilihan yang sesungguhnya). Di atas segalanya, kita berharap agar RUU pemilu anggota DPD, DPR dan DPRD akan segera terselesaikan dengan baik dan mengandung amanat demokrasi demi kepentingan rakyat. Wallahu a'lam. (*)

Dr Ali Masykur Musa
Wakil Ketua Umum DPP PKB dan Panja RUU Pemilu

Kamis, 07 Februari 2008

bacus

hai orang-orang baik
Indeks Peraturan & Perundangan

Undang-undang No. 22 Thn 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
Undang-undang No. 10 Thn 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 2006 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Menjadi Undang-undang
Undang-undang No. 8 Thn 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 3 tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang
Undang-undang No. 33 Thn 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-undang No. 32 Thn 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 23 Thn 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden
Undang-undang No. 22 Thn 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD
Undang-undang No. 12 Thn 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD
Undang-undang No. 31 Thn 2002 tentang Partai Politik
Keputusan KPU No. 105 tentang Partai Politik Peserta Pemilu
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2001 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2007
TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung oleh rakyat
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat
guna menghasilkan pemerintahan negara yang
demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil hanya
dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh
penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai
integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas;
c. bahwa berdasarkan penyelenggaraan pemilihan umum
sebelumnya, diperlukan penyempurnaan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur penyelenggara pemilihan umum;
d. bahwa penyempurnaan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggara
pemilihan umum dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi;
e. bahwa diperlukan satu undang-undang yang mengatur
penyelenggara pemilihan umum;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum;
Mengingat: . . .
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4),
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 E Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4277) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4631);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4311);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: . . .
- 3 -
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARA
PEMILIHAN UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu,
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pemilu
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan
wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5. Penyelenggara Pemilihan Umum adalah lembaga yang
menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Presiden dan
Wakil . . .
- 4 -
Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung oleh rakyat.
6. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU,
adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.
7. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya
disebut KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota,
adalah Penyelenggara Pemilu di provinsi dan
kabupaten/kota.
8. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut
PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di
tingkat kecamatan atau nama lain.
9. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS,
adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di
tingkat desa atau nama lain/kelurahan.
10. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut
PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk
menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.
11. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara,
selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok yang
dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan
pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
12. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar
Negeri, selanjutnya disebut KPPSLN, adalah
kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk
menyelenggarakan pemungutan suara di tempat
pemungutan suara luar negeri.
13. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut TPS,
adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.
14. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya
disebut TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya
pemungutan suara di luar negeri.
15. Badan . . .
- 5 -
15. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut
Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
16. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia
Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya
disebut Panwaslu Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk oleh
Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu
di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
17. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya
disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang
dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk
mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kecamatan atau nama lain.
18. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang
dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk
mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau
nama lain/kelurahan.
19. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang
dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
20. Dewan Kehormatan adalah alat kelengkapan KPU,
KPU Provinsi, dan Bawaslu yang dibentuk untuk
menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara
Pemilu.
BAB II
ASAS PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 2
Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
a. mandiri;
b. jujur;
c. adil;
d. kepastian . . .
- 6 -
d. kepastian hukum;
e. tertib penyelenggara Pemilu;
f. kepentingan umum;
g. keterbukaan;
h. proporsionalitas;
i. profesionalitas;
j. akuntabilitas;
k. efisiensi; dan
l. efektivitas.
BAB III
KOMISI PEMILIHAN UMUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) KPU menjalankan tugasnya secara
berkesinambungan.
(3) Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari
pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan
pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan
Pasal 4
(1) KPU berkedudukan di ibu kota negara Republik
Indonesia.
(2) KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) KPU . . .
- 7 -
(3) KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
bersifat hierarkis.
(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap.
(3) Dalam menjalankan tugasnya, KPU dibantu oleh
Sekretariat Jenderal; KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota masing-masing dibantu oleh
sekretariat.
(4) Tata kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut oleh KPU.
.
Pasal 6
(1) Jumlah anggota:
a. KPU sebanyak 7 (tujuh) orang;
b. KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang; dan
c. KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima) orang.
(2) Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota dan anggota.
(3) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota mempunyai hak suara yang sama.
(5) Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
perseratus).
(6) Masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung sejak
pengucapan sumpah/janji.
(7) Sebelum . . .
- 8 -
(7) Sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), calon anggota KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang baru harus
sudah diajukan dengan memperhatikan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 7
(1) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
mempunyai tugas:
a. memimpin rapat pleno dan seluruh kegiatan
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b. bertindak untuk dan atas nama KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ke luar dan
ke dalam;
c. memberikan keterangan resmi tentang kebijakan
dan kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota; dan
d. menandatangani seluruh peraturan dan
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Ketua KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bertanggung
jawab kepada rapat pleno.
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf 1
Komisi Pemilihan Umum
Pasal 8
(1) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran serta
menetapkan jadwal;
b. menyusun . . .
- 9 -
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS,
PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkannya sebagai
daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
g. menetapkan peserta Pemilu;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional
berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi
penghitungan suara di tiap-tiap KPU Provinsi
untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah
dengan membuat berita acara penghitungan
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan Keputusan KPU untuk
mengesahkan hasil Pemilu dan
mengumumkannya;
k. menetapkan dan mengumumkan perolehan
jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik
peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
l. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah terpilih
dan membuat berita acaranya;
m. menetapkan . . .
- 10 -
m. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan
dan pendistribusian perlengkapan;
n. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, dan KPPSLN;
o. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
p. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU
Provinsi, PPLN, dan KPPSLN, Sekretaris Jenderal
KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang
terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang KPU kepada masyarakat;
r. menetapkan kantor akuntan publik untuk
mengaudit dana kampanye dan mengumumkan
laporan sumbangan dana kampanye;
s. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
t. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran serta
menetapkan jadwal;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS,
PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan . . .
- 11 -
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkannya sebagai
daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
g. menetapkan pasangan calon presiden dan calon
wakil presiden yang telah memenuhi persyaratan;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan
hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU
Provinsi dengan membuat berita acara
penghitungan suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan Keputusan KPU untuk
mengesahkan hasil Pemilu dan
mengumumkannya;
k. mengumumkan pasangan calon presiden dan
wakil presiden terpilih dan membuat berita
acaranya;
l. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan
dan pendistribusian perlengkapan;
m. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, dan KPPSLN;
n. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
o. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU
Provinsi, PPLN, KPPSLN, Sekretaris Jenderal
KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang
terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung . . .
- 12 -
berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang KPU kepada masyarakat;
q. menetapkan kantor akuntan publik untuk
mengaudit dana kampanye dan mengumumkan
laporan sumbangan dana kampanye;
r. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
s. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman tata cara
penyelenggaraan sesuai dengan tahapan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan;
b. mengoordinasikan dan memantau tahapan;
c. melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan
Pemilu;
d. menerima laporan hasil Pemilu dari KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota;
e. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota KPU Provinsi
yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaran Pemilu yang sedang berlangsung
berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
(4) KPU dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan . . .
- 13 -
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu secara tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan
calon secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi
penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan
anggaran sesuai dengan peraturan perundangundangan;
e. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta
mengelola barang inventaris KPU berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
f. menyampaikan laporan periodik mengenai
tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat serta
menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu;
g. membuat berita acara pada setiap rapat pleno
KPU dan ditandatangani oleh ketua dan anggota
KPU;
h. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemilu
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
serta menyampaikan tembusannya kepada
Bawaslu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah pengucapan sumpah/janji pejabat; dan
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
KPU Provinsi
Pasal 9
(1) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di provinsi;
b. melaksanakan . . .
- 14 -
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
di provinsi berdasarkan peraturan perundangundangan;
c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh
KPU Kabupaten/Kota;
d. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkannya sebagai
daftar pemilih;
e. menerima daftar pemilih dari KPU
Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada
KPU;
f. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU
Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara
penghitungan suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
Anggota Dewan Perwakilan Daerah di provinsi
yang bersangkutan dan mengumumkannya
berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi
penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota;
h. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan KPU;
i. menerbitkan Keputusan KPU Provinsi untuk
mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan
mengumumkannya;
j. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi terpilih sesuai dengan
alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di
provinsi yang bersangkutan dan membuat berita
acaranya;
k. memeriksa . . .
- 15 -
k. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten/Kota;
l. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Panwaslu
Provinsi;
m. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan
pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Provinsi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
n. menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
o. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
p. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di provinsi;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
di provinsi berdasarkan peraturan perundangundangan;
c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan tahapan penyelenggaraan oleh
KPU Kabupaten/Kota;
d. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkannya sebagai
daftar pemilih;
e. menerima daftar pemilih dari KPU
Kabupaten/Kota dan menyampaikannya kepada
KPU;
f. melakukan . . .
- 16 -
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi
yang bersangkutan dan mengumumkannya
berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Kabupaten/Kota dengan membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara;
g. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat hasil penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan KPU;
h. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten/Kota;
i. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Panwaslu
Provinsi;
j. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan
pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Provinsi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
l. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah meliputi:
a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi;
b. menyusun . . .
- 17 -
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan
KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Provinsi dengan memperhatikan
pedoman dari KPU;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi berdasarkan peraturan perundangundangan
dengan memperhatikan pedoman dari
KPU;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkannya sebagai
daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU
Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi;
g. menetapkan pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah provinsi yang telah
memenuhi persyaratan;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah
provinsi yang bersangkutan dengan membuat
berita acara penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat hasil penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan KPU;
j. menetapkan . . .
- 18 -
j. menetapkan dan mengumumkan hasil Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi dari seluruh KPU
Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang
bersangkutan dengan membuat berita acara
penghitungan suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara;
k. menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk
mengesahkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi dan
mengumumkannya;
l. mengumumkan pasangan calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah provinsi terpilih dan
membuat berita acaranya;
m. melaporkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi kepada KPU;
n. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten/Kota;
o. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Panwaslu
Provinsi;
p. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota KPU
Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan
pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Provinsi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
r. melaksanakan pedoman yang ditetapkan oleh
KPU;
s. memberikan . . .
- 19 -
s. memberikan pedoman terhadap penetapan
organisasi dan tata cara penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan tahapan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi;
u. menyampaikan laporan mengenai hasil Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden,
gubernur, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi; dan
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(4) KPU Provinsi dalam Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan
calon secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi
penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan
anggaran sesuai dengan peraturan perundangundangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban
semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada
KPU;
f. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta
mengelola barang inventaris KPU Provinsi
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai
tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU
dan menyampaikan tembusannya kepada
Bawaslu;
h. membuat . . .
- 20 -
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno
KPU Provinsi dan ditandatangani oleh ketua dan
anggota KPU Provinsi;
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
KPU; dan
j. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
KPU Kabupaten/Kota
Pasal 10
(1) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di
kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
di kabupaten/kota berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah
kerjanya;
d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan
penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam
wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkan data pemilih
sebagai daftar pemilih;
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU
Provinsi;
g. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara di PPK dengan membuat
berita . . .
- 21 -
berita acara rekapitulasi suara dan sertifikat
rekapitulasi suara;
h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil
penghitungan suara Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan
Daerah, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi di kabupaten/kota yang
bersangkutan berdasarkan berita acara hasil
rekapitulasi penghitungan suara di PPK;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi;
j. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota
untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan
mengumumkannya;
k. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terpilih sesuai
dengan alokasi jumlah kursi setiap daerah
pemilihan di kabupaten/kota yang bersangkutan
dan membuat berita acaranya;
l. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPK,
PPS, dan KPPS;
m. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Panwaslu
Kabupaten/Kota;
n. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota PPK, PPS,
sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai
sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
o. menyelenggarakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan . . .
- 22 -
dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada
masyarakat;
p. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
q. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau
undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di
kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
di kabupaten/kota berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah
kerjanya;
d. mengoordinasikan dan mengendalikan tahapan
penyelenggaraan oleh PPK, PPS, dan KPPS dalam
wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkan data pemilih
sebagai daftar pemilih;
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU
Provinsi;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di
kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan
hasil rekapitulasi penghitungan suara di PPK
dengan membuat berita acara penghitungan
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
h. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi;
i. memeriksa . . .
- 23 -
i. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPK,
PPS, dan KPPS;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Panwaslu
Kabupaten/Kota;
k. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota PPK, PPS,
sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai
sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang KPU Kabupaten/Kota kepada
masyarakat;
m. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
n. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau
undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah meliputi:
a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota dengan memperhatikan
pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d. membentuk . . .
- 24 -
d. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerjanya;
e. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan
pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan menetapkan data pemilih
sebagai daftar pemilih;
g. menerima daftar pemilih dari PPK dalam
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
h. menerima daftar pemilih dari PPK dalam
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi dan
menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
i. menetapkan pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah kabupaten/kota yang telah
memenuhi persyaratan;
j. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan rekapitulasi hasil
penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan dengan
membuat berita acara penghitungan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara;
k. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat penghitungan suara dan
wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU
Provinsi;
l. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota
untuk mengesahkan hasil Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan
mengumumkannya;
m. mengumumkan . . .
- 25 -
m. mengumumkan pasangan calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah kabupaten/kota terpilih
dan membuat berita acaranya;
n. melaporkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada
KPU melalui KPU Provinsi;
o. memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PPK,
PPS, dan KPPS;
p. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Panwaslu
Kabupaten/Kota;
q. menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif kepada anggota PPK, PPS,
sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai
sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
r. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU
Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
s. melaksanakan tugas dan wewenang yang
berkaitan dengan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan pedoman
KPU dan/atau KPU Provinsi;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
u. menyampaikan hasil Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Menteri Dalam Negeri, bupati/walikota, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota; dan
v. melaksanakan . . .
- 26 -
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU, KPU Provinsi dan/atau
undang-undang.
(4) KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pasangan
calon secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi
penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggunaan
anggaran sesuai dengan peraturan perundangundangan;
e. menyampaikan laporan pertanggungjawaban
semua kegiatan penyelenggaraan Pemilu kepada
KPU melalui KPU Provinsi;
f. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta
mengelola barang inventaris KPU
Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai
tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada KPU
dan KPU Provinsi serta menyampaikan
tembusannya kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat pleno
KPU Kabupaten/Kota dan ditandatangani oleh
ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota;
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
KPU dan KPU Provinsi; dan
j. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat . . .
- 27 -
Bagian Keempat
Persyaratan
Pasal 11
Syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi,
atau KPU Kabupaten/Kota adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 (tiga
puluh lima) tahun untuk calon anggota KPU atau
pernah menjadi anggota KPU dan berusia paling
rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota atau pernah
menjadi anggota KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan
adil;
e. memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang tertentu
yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu atau
memiliki pengalaman sebagai penyelenggara Pemilu;
f. berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota
KPU dan KPU Provinsi dan paling rendah SLTA atau
sederajat untuk calon anggota KPU Kabupaten/Kota;
g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia untuk
anggota KPU, di wilayah provinsi yang bersangkutan
untuk anggota KPU Provinsi, atau di wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan untuk anggota
KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu
tanda penduduk;
h. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari rumah
sakit;
i. tidak pernah menjadi anggota partai politik yang
dinyatakan dalam surat pernyataan yang sah atau
sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang
dibuktikan . . .
- 28 -
dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus
partai politik yang bersangkutan;
j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan
struktural, dan jabatan fungsional dalam jabatan
negeri;
l. bersedia bekerja penuh waktu; dan
m. bersedia tidak menduduki jabatan di pemerintahan
dan badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha
milik daerah (BUMD) selama masa keanggotaan.
Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian
Paragraf 1
KPU
Pasal 12
(1) Presiden membentuk Tim Seleksi calon anggota
KPU.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membantu Presiden untuk menetapkan calon
anggota KPU yang akan diajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari
unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang
memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai
politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berpendidikan paling rendah S-1 dan
berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri
sebagai calon anggota KPU.
(6) Komposisi . . .
- 29 -
(6) Komposisi Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap
anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden
dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya
keanggotaan KPU.
Pasal 13
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka
dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat
dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga
yang memiliki kompetensi pada bidang yang
diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU, Tim Seleksi
melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU
sekurang-kurangnya pada 5 (lima) media massa
cetak harian nasional selama 1 (satu) hari dan
5 (lima) media massa elektronik nasional selama
3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon
anggota KPU dalam waktu paling lambat 5 (lima)
hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi
bakal calon anggota KPU dalam waktu paling
lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
pengumuman hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota
KPU yang lulus seleksi tertulis sekurangkurangnya
. . .
- 30 -
kurangnya pada 5 (lima) media massa cetak
harian nasional selama 1 (satu) hari dan 5 (lima)
media massa elektronik nasional selama 3 (tiga)
hari berturut-turut untuk mendapatkan
masukan dan tanggapan masyarakat dalam
waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja;
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota KPU, termasuk mengklarifikasi
tanggapan dan masukan masyarakat dalam
waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja; dan
h. menyampaikan 21 (dua puluh satu) nama bakal
calon anggota KPU kepada Presiden paling
lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak Tim
Seleksi memutuskan nama bakal calon.
Pasal 14
(1) Presiden menetapkan 21 (dua puluh satu) nama
calon atau 3 (tiga) kali jumlah anggota KPU untuk
selanjutnya diajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
(2) Penyampaian nama calon yang sudah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan abjad disertai salinan berkas
administrasi tiap-tiap bakal calon anggota KPU
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
Presiden menerima nama bakal calon anggota KPU
dari Tim Seleksi.
Pasal 15
(1) Proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan
Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 20
(dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
berkas calon anggota KPU dari Presiden.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyusun
urutan peringkat dari 21 (dua puluh satu) nama
calon anggota KPU berdasarkan hasil uji kelayakan
dan kepatutan sesuai dengan mekanisme yang
berlaku.
(3) Dewan . . .
- 31 -
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 7 (tujuh)
peringkat teratas dari 21 (dua puluh satu) nama
calon anggota KPU sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sebagai anggota KPU terpilih.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama
anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kepada Presiden dalam waktu paling lambat
2 (dua) hari kerja terhitung sejak calon anggota KPU
ditetapkan.
Pasal 16
(1) Anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (3) disampaikan kepada Presiden
untuk disahkan.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Presiden paling
lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
diterimanya 7 (tujuh) nama yang ditetapkan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Paragraf 2
KPU Provinsi
Pasal 17
(1) KPU membentuk Tim Seleksi calon anggota KPU
Provinsi pada setiap provinsi.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari
unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang
memiliki integritas dan tidak menjadi anggota
partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
terakhir.
(3) Keanggotaan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang anggota
yang diajukan oleh gubernur, 2 (dua) orang anggota
yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, dan 2 (dua) orang anggota yang
diajukan oleh KPU.
(4) Anggota . . .
- 32 -
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan
berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri
sebagai calon anggota KPU Provinsi.
(6) Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap
anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan
anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU
dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya
keanggotaan KPU Provinsi.
Pasal 18
(1) KPU memberitahukan secara tertulis kepada
gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi mengenai pembentukan Tim Seleksi calon
anggota KPU Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1).
(2) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh gubernur
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan dalam
Pasal 17 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) paling lambat
15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya surat pemberitahuan dari KPU.
(3) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dilakukan
melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 17 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) paling lambat
15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya surat pemberitahuan dari KPU.
(4) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
dilakukan melalui rapat pleno KPU dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 17 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4).
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) gubernur dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah . . .
- 33 -
Daerah Provinsi belum mengajukan nama anggota
Tim Seleksi, KPU berwenang menetapkan nama
untuk mengisi dan melengkapi keanggotaan Tim
Seleksi.
(6) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
melalui rapat pleno KPU.
(7) Proses pemilihan dan penetapan anggota Tim
Seleksi oleh KPU, gubernur, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)
dilakukan secara terbuka.
Pasal 19
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka
dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat
dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga
yang memiliki kompetensi pada bidang yang
diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Provinsi, Tim
Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU
Provinsi sekurang-kurangnya pada 2 (dua) media
massa cetak harian lokal untuk 1 (satu) kali
terbit dan 1 (satu) media massa elektronik lokal
selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon
anggota KPU Provinsi dalam waktu paling lambat
5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi
bakal calon anggota KPU Provinsi dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
pengumuman . . .
- 34 -
pengumuman hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota
KPU Provinsi yang lulus seleksi tertulis
sekurang-kurangnya pada 2 (dua) media massa
cetak harian lokal selama 1 (satu) hari dan 1
(satu) media massa elektronik lokal selama 3
(tiga) hari berturut-turut untuk mendapatkan
masukan dan tanggapan dari masyarakat dalam
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja; dan
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota KPU Provinsi, termasuk mengklarifikasi
tanggapan dan masukan dari masyarakat dalam
waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja.
Pasal 20
(1) Tim Seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon
anggota KPU Provinsi hasil seleksi kepada KPU.
(2) Pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan
berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota
KPU Provinsi dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari
kerja terhitung sejak Tim Seleksi memutuskan 10
(sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi.
Pasal 21
(1) KPU melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon anggota KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
(2) KPU menyusun peringkat nama calon anggota KPU
Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU menetapkan 5 (lima) peringkat teratas dari 10
(sepuluh) nama calon anggota KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
anggota KPU Provinsi terpilih.
(4) Anggota . . .
- 35 -
(4) Anggota KPU Provinsi terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan KPU.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU
Provinsi dilakukan oleh KPU dalam waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari kerja.
Paragraf 3
KPU Kabupaten/Kota
Pasal 22
(1) KPU Provinsi membentuk Tim Seleksi calon anggota
KPU Kabupaten/Kota pada setiap kabupaten/kota.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berjumlah 5 (lima) orang anggota yang berasal dari
unsur akademisi, profesional, dan masyarakat yang
memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai
politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(3) Keanggotaan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang anggota yang
diajukan oleh bupati/walikota, 2 (dua) orang
anggota yang diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan 2 (dua) orang
anggota yang diajukan oleh KPU Provinsi.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1 dan
berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri
sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
(6) Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap
anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan
anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan KPU
Provinsi dalam waktu paling lama 15 (lima belas)
hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan sebelum
berakhirnya keanggotaan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 23 . . .
- 36 -
Pasal 23
(1) KPU Provinsi memberitahukan secara tertulis
kepada bupati/walikota dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota mengenai
pembentukan Tim Seleksi calon anggota KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1).
(2) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh
bupati/walikota dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 22 ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari
kerja terhitung sejak diterimanya surat
pemberitahuan dari KPU Provinsi.
(3) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dilakukan melalui rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 22 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) dalam waktu paling lambat 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat
pemberitahuan dari KPU Provinsi.
(4) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
Provinsi dilakukan melalui rapat pleno KPU Provinsi
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 22 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4).
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) bupati/walikota dan/atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota belum mengajukan
nama anggota Tim Seleksi, KPU Provinsi berwenang
menetapkan nama untuk mengisi dan melengkapi
keanggotaan Tim Seleksi.
(6) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilakukan melalui rapat pleno KPU Provinsi.
(7) Proses pemilihan dan penetapan anggota Tim
Seleksi oleh KPU Provinsi, bupati/walikota, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) dilakukan secara terbuka.
Pasal 24 . . .
- 37 -
Pasal 24
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka
dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat
dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga
yang memiliki kompetensi pada bidang yang
diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Kabupaten/Kota,
Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU
Kabupaten/Kota dalam kurun waktu 3 (tiga) hari
melalui 2 (dua) media massa cetak harian lokal
untuk 1 (satu) kali terbit dan 1 (satu) media
massa elektronik lokal selama 3 (tiga) hari
berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon
anggota KPU Kabupaten/Kota dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi
bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
pengumuman hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon anggota
KPU Kabupaten/Kota yang lulus seleksi tertulis
pada 2 (dua) media massa cetak harian lokal
selama 1 (satu) hari dan media massa elektronik
lokal selama 3 (tiga) hari berturut-turut untuk
mendapatkan masukan dan tanggapan dari
masyarakat dalam waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja; dan
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota KPU Kabupaten/Kota, termasuk
mengklarifikasi tanggapan dan masukan dari
masyarakat . . .
- 38 -
masyarakat dalam waktu paling lambat 5 (lima)
hari kerja.
Pasal 25
(1) Tim Seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama calon
anggota KPU Kabupaten/Kota hasil seleksi kepada
KPU Provinsi.
(2) Pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan abjad disertai salinan
berkas administrasi tiap-tiap bakal calon anggota
KPU Kabupaten/Kota dalam waktu paling lambat
3 (tiga) hari kerja terhitung sejak Tim Seleksi
memutuskan 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU
Kabupaten/Kota.
Pasal 26
(1) KPU Provinsi melakukan uji kelayakan dan
kepatutan terhadap calon anggota KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25.
(2) KPU Provinsi menyusun peringkat calon anggota
KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil uji
kelayakan dan kepatutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) KPU Provinsi menetapkan 5 (lima) peringkat teratas
dari 10 (sepuluh) nama calon sebagai anggota KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
keputusan KPU Provinsi.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU
Kabupaten/Kota di KPU Provinsi dilakukan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 27
(1) Pelantikan anggota KPU dilakukan oleh Presiden.
(2) Pelantikan . . .
- 39 -
(2) Pelantikan anggota KPU Provinsi dilakukan oleh
KPU dan pelantikan anggota KPU Kabupaten/Kota
dilakukan oleh KPU Provinsi.
Paragraf 4
Sumpah/Janji
Pasal 28
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengucapkan
sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban
saya sebagai anggota KPU/KPU Provinsi/KPU
Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dengan
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan
wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh,
jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, tegaknya
demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan
kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia
daripada kepentingan pribadi atau golongan.”
Paragraf 5
Pemberhentian
Pasal 29
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan . . .
- 40 -
c. diberhentikan.
(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c apabila:
a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau kode
etik;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan secara berturut-turut selama
3 (tiga) bulan atau berhalangan tetap.
d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;
e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana Pemilu.
f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas
dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturutturut
tanpa alasan yang jelas; atau
g. melakukan perbuatan yang terbukti menghambat
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
dalam mengambil keputusan dan penetapan
sebagaimana ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota KPU oleh Presiden;
b. anggota KPU Provinsi oleh KPU; dan
c. anggota KPU Kabupaten/Kota oleh KPU Provinsi.
(4) Penggantian anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota yang berhenti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
ketentuan:
a. anggota . . .
- 41 -
a. anggota KPU digantikan oleh calon anggota KPU
urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan
yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b. anggota KPU Provinsi digantikan oleh calon
anggota KPU Provinsi urutan peringkat
berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan
oleh KPU; dan
c. anggota KPU Kabupaten/Kota digantikan oleh
calon anggota KPU Kabupaten/Kota urutan
peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang
dilakukan oleh KPU Provinsi.
Pasal 30
(1) Pemberhentian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota yang telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan huruf g
didahului dengan verifikasi oleh Dewan Kehormatan
atas rekomendasi Bawaslu atau pengaduan
masyarakat dengan identitas yang jelas.
(2) Dalam proses pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota harus diberi kesempatan
untuk membela diri di hadapan Dewan Kehormatan.
(3) Dalam hal rapat pleno KPU memutuskan
pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan rekomendasi Dewan
Kehormatan, anggota yang bersangkutan
diberhentikan sementara sebagai anggota KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sampai dengan
diterbitkannya keputusan pemberhentian.
(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembelaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dan pengambilan keputusan dalam
pembuatan rekomendasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) oleh Dewan Kehormatan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan KPU.
(5) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
harus dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan
terhitung sejak anggota KPU dilantik.
Pasal 31 . . .
- 42 -
Pasal 31
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota diberhentikan sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
Pemilu; atau
c. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (3).
(2) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota dinyatakan terbukti bersalah
karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang
bersangkutan diberhentikan sebagai anggota KPU,
KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota dinyatakan tidak terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan
harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari, dengan sendirinya anggota KPU, KPU Provinsi,
atau KPU Kabupaten/Kota dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota yang dinyatakan tidak terbukti
bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama anggota KPU,
KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh)
hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam . . .
- 43 -
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) telah berakhir dan tanpa
pemberhentian tetap, yang bersangkutan
dinyatakan dengan Undang-Undang ini aktif
kembali.
Bagian Keenam
Mekanisme Pengambilan Keputusan
Pasal 32
Pengambilan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat pleno.
Pasal 33
(1) Jenis rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 adalah:
a. rapat pleno tertutup; dan
b. rapat pleno terbuka.
(2) Penetapan hasil Pemilu dan rekapitulasi
penghitungan suara dilakukan oleh KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam rapat
pleno terbuka.
Pasal 34
(1) Rapat pleno KPU sah apabila dihadiri oleh sekurangkurangnya
5 (lima) orang anggota KPU yang
dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU sah apabila disetujui
oleh sekurang-kurangnya 4 (empat) orang anggota
KPU yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU
diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 35 . . .
- 44 -
Pasal 35
(1) Rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
4 (empat) orang anggota KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan daftar
hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sah apabila disetujui oleh
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat pleno KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diambil
berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 36
(1) Dalam hal tidak tercapai kuorum, khusus rapat
pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
untuk menetapkan hasil Pemilu ditunda selama
3 (tiga) jam.
(2) Dalam hal rapat pleno telah ditunda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan tetap tidak tercapai
kuorum, rapat pleno dilanjutkan tanpa
memperhatikan kuorum.
(3) Khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil Pemilu
tidak dilakukan pemungutan suara.
Pasal 37
(1) Undangan dan agenda rapat pleno KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota disampaikan
paling lambat 3 (tiga) hari sebelumnya.
(2) Rapat pleno dipimpin oleh Ketua KPU, Ketua KPU
Provinsi, dan Ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Apabila ketua berhalangan, rapat pleno KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh
salah satu anggota yang dipilih secara aklamasi.
(4) Sekretaris . . .
- 45 -
(4) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi,
dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota wajib
memberikan dukungan teknis dan administratif
dalam rapat pleno.
Pasal 38
(1) Ketua wajib menandatangani penetapan hasil
Pemilu yang diputuskan dalam rapat pleno dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(2) Dalam hal penetapan hasil Pemilu tidak
ditandatangani ketua dalam waktu 3 (tiga) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) salah satu
anggota menandatangani penetapan hasil Pemilu.
(3) Dalam hal tidak ada anggota KPU, KPU Provinsi, dan
KPU Kabupaten/Kota menandatangani penetapan
hasil Pemilu, dengan sendirinya hasil Pemilu
dinyatakan sah dan berlaku.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 39
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU:
a. dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan
Pemilu dan tugas lainnya memberikan laporan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara periodik dalam setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b ditembuskan kepada Bawaslu.
Pasal 40 . . .
- 46 -
Pasal 40
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Provinsi
bertanggung jawab kepada KPU.
(2) KPU Provinsi menyampaikan laporan kinerja dan
penyelenggaraan Pemilu secara periodik kepada
KPU.
(3) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi kepada gubernur dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Pasal 41
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Kabupaten/Kota
bertanggung jawab kepada KPU Provinsi.
(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara periodik
kepada KPU Provinsi.
(3) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota kepada bupati/walikota dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedelapan
Panitia Pemilihan
Paragraf 1
PPK
Pasal 42
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat
kecamatan, dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling
lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan
Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan
setelah pemungutan suara.
(4) Dalam . . .
- 47 -
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan,
masa kerja PPK diperpanjang dan PPK dibubarkan
paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan
suara.
Pasal 43
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang berasal dari
tokoh masyarakat yang memenuhi syarat
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%
(tiga puluh perseratus).
(4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh
sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(5) PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3
(tiga) nama calon sekretaris PPK kepada
bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan
ditetapkan 1 (satu) nama sebagai sekretaris PPK
dengan keputusan bupati/walikota.
Pasal 44
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran
data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar
pemilih tetap;
b. membantu KPU Kabupaten/Kota dalam
menyelenggarakan Pemilu;
c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu di tingkat kecamatan yang telah ditetapkan
oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih kepada
KPU Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan . . .
- 48 -
e. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada huruf e dalam rapat
yang harus dihadiri oleh saksi peserta Pemilu;
g. mengumumkan hasil rekapitulasi sebagaimana
dimaksud pada huruf f;
h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara sebagaimana
dimaksud pada huruf f kepada seluruh peserta
Pemilu;
i. membuat berita acara penghitungan suara serta
membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu,
Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan
yang disampaikan oleh Panwaslu Kecamatan;
k. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
l. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang
PPK kepada masyarakat;
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundangundangan;
n. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 2
PPS
Pasal 45
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di desa/kelurahan,
dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di desa/kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling
lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan
Pemilu . . .
- 49 -
Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan
setelah hari pemungutan suara.
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan,
masa kerja PPS diperpanjang dan PPS dibubarkan
paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan
suara dimaksud.
Pasal 46
(1) Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari
tokoh masyarakat yang memenuhi syarat
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota
atas usul bersama kepala desa/kelurahan dan
badan permusyawaratan desa/dewan kelurahan.
Pasal 47
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
dan PPK dalam melakukan pemutakhiran data
pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil
perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b. membentuk KPPS;
c. mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih;
d. mengumumkan daftar pemilih;
e. menerima masukan dari masyarakat tentang daftar
pemilih sementara;
f. melakukan perbaikan dan mengumumkan hasil
perbaikan daftar pemilih sementara;
g. menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih sementara
sebagaimana dimaksud pada huruf f untuk menjadi
daftar pemilih tetap;
h. mengumumkan daftar pemilih tetap sebagaimana
dimaksud pada huruf g dan melaporkan kepada KPU
Kabupaten/Kota melalui PPK;
i. menyampaikan daftar pemilih kepada PPK;
j. melaksanakan . . .
- 50 -
j. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang telah
ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, dan PPK;
k. mengumumkan hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya;
l. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara
setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara
disegel;
m. meneruskan kotak suara dari setiap TPS kepada PPK
pada hari yang sama setelah terkumpulnya kotak
suara dari setiap TPS dan tidak memiliki kewenangan
membuka kotak suara yang sudah disegel oleh KPPS;
n. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan
yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu Lapangan;
o. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang
PPS kepada masyarakat;
q. membantu PPK dalam menyelenggarakan Pemilu,
kecuali dalam hal penghitungan suara;
r. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
s. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 3
KPPS
Pasal 48
(1) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang berasal dari
anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi
syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS
atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengangkatan . . .
- 51 -
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS
wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 49
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
a. mengumumkan dan menempelkan daftar pemilih
tetap di TPS;
b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi
peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu
Lapangan;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara
di TPS;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan
yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu
Lapangan, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari
pemungutan suara;
f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara
setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara
disegel;
g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan
suara serta membuat sertifikat penghitungan suara
dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui
PPS;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS
dan Pengawas Pemilu Lapangan;
i. menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat
suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada
PPK melalui PPS pada hari yang sama;
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan . . .
- 52 -
k. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 4
PPLN
Pasal 50
(1) PPLN berkedudukan di kantor perwakilan Republik
Indonesia.
(2) Anggota PPLN berjumlah paling sedikit 3 (tiga) orang
dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang berasal dari
wakil masyarakat Indonesia.
(3) Anggota PPLN diangkat dan diberhentikan oleh KPU
atas usul Kepala Perwakilan Republik Indonesia
sesuai dengan wilayah kerjanya.
(4) Susunan keanggotaan PPLN terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 51
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPLN meliputi:
a. membantu KPU dalam melakukan pemutakhiran
data pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih
hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b. membentuk KPPSLN;
c. mengumumkan daftar pemilih sementara, melakukan
perbaikan data pemilih atas dasar masukan dari
masyarakat Indonesia di luar negeri, mengumumkan
daftar pemilih hasil perbaikan, serta menetapkan
daftar pemilih tetap;
d. menyampaikan daftar pemilih warga negara Republik
Indonesia kepada KPU;
e. melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang
telah ditetapkan oleh KPU;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara
dari seluruh TPSLN dalam wilayah kerjanya;
g. mengumumkan hasil penghitungan suara dari
seluruh TPSLN di wilayah kerjanya;
h. menyerahkan . . .
- 53 -
h. menyerahkan berita acara dan sertifikat hasil
penghitungan suara kepada KPU;
i. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara;
j. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu
dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang
PPLN kepada masyarakat Indonesia di luar negeri;
l. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh KPU sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 5
KPPSLN
Pasal 52
(1) Anggota KPPSLN paling sedikit 3 (tiga) orang dan
paling banyak 7 (tujuh) orang yang memenuhi
syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPSLN diangkat dan diberhentikan oleh
ketua PPLN atas nama ketua KPU.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPSLN
wajib dilaporkan kepada KPU.
(4) Susunan keanggotaan KPPSLN terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 53
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPSLN meliputi:
a. mengumumkan daftar pemilih tetap di TPSLN;
b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi
peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar
Negeri;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara
di TPSLN;
d. mengumumkan . . .
- 54 -
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di TPSLN;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan
yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Luar
Negeri, peserta Pemilu, dan masyarakat pada hari
pemungutan suara;
f. mengamankan kotak suara setelah penghitungan
suara;
g. membuat berita acara pemungutan dan penghitungan
suara serta membuat sertifikat penghitungan suara
dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara kepada PPLN;
i. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh KPU; dan
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain
yang diberikan oleh undang-undang.
Pasal 54
Uraian tugas dan tata kerja PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan
KPPSLN lebih lanjut ditetapkan oleh KPU.
Paragraf 6
Persyaratan
Pasal 55
Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN,
dan KPPSLN meliputi:
a. warga negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan
adil;
e. tidak . . .
- 55 -
e. tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan
dengan surat pernyataan yang sah atau sekurangkurangnya
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak
lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan
dengan surat keterangan dari pengurus partai politik
yang bersangkutan;
f. berdomisili dalam wilayah kerja PPK, PPS, KPPS,
PPLN, dan KPPSLN;
g. sehat jasmani dan rohani;
h. dapat membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia;
dan
i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Paragraf 7
Sumpah/Janji
Pasal 56
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota PPK, PPS,
KPPS, PPLN, KPPSLN, mengucapkan sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN,
KPPSLN sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban
saya sebagai anggota
PPK/PPS/KPPS/PPLN/KPPSLN dengan sebaikbaiknya
sesuai dengan peraturan perundangundangan
dengan berpedoman pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan
wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh,
jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, tegaknya
demokrasi . . .
- 56 -
demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan
kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia
daripada kepentingan pribadi atau golongan.”
Bagian Kesembilan
Kesekretariatan
Paragraf 1
Susunan
Pasal 57
(1) Sekretariat Jenderal KPU dipimpin oleh seorang
Sekretaris Jenderal dan dibantu oleh seorang Wakil
Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal
KPU adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan.
(3) Calon Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris
Jenderal diusulkan oleh KPU masing-masing
sebanyak 3 (tiga) orang kepada Presiden.
(4) Dalam pengusulan calon Sekretaris Jenderal dan
Wakil Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), KPU harus terlebih dahulu
berkonsultasi dengan Pemerintah.
(5) Calon Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris
Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
masing-masing dipilih satu orang dan ditetapkan
dengan keputusan Presiden.
(6) Sekretaris Jenderal KPU bertanggung jawab kepada
KPU.
(7) Pegawai Sekretariat Jenderal adalah pegawai negeri
sipil dan tenaga profesional lain yang diperlukan.
(8) Sekretaris Jenderal dapat mengangkat pakar/ahli
sesuai dengan kebutuhan atas persetujuan KPU.
(9) Pakar/ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
berada di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal
KPU.
Pasal 58 . . .
- 57 -
Pasal 58
(1) Sekretariat KPU Provinsi dipimpin oleh seorang
sekretaris.
(2) Sekretaris KPU Provinsi adalah pegawai negeri sipil
yang memenuhi persyaratan.
(3) Calon sekretaris KPU Provinsi diusulkan oleh KPU
Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang kepada gubernur.
(4) Dalam pengusulan calon sekretaris KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU Provinsi
harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan
gubernur.
(5) Calon sekretaris KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dipilih 1 (satu) orang dan
ditetapkan oleh gubernur.
(6) Sekretaris KPU Provinsi bertanggung jawab kepada
KPU Provinsi.
(7) Pegawai sekretariat adalah pegawai negeri sipil dan
tenaga profesional lain yang diperlukan.
Pasal 59
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh
seorang sekretaris.
(2) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota adalah pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota diusulkan
oleh KPU Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) orang
kepada bupati/walikota.
(4) Pengusulan calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) KPU
Kabupaten/Kota harus terlebih dahulu
berkonsultasi dengan bupati/walikota.
(5) Calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dipilih 1 (satu) orang dan
ditetapkan oleh bupati/walikota.
(6) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab
kepada KPU Kabupaten/Kota.
(7) Pegawai . . .
- 58 -
(7) Pegawai sekretariat adalah pegawai negeri sipil dan
tenaga profesional lain yang diperlukan.
Pasal 60
(1) Sekretariat Jenderal KPU terdiri atas paling banyak
7 (tujuh) biro; biro terdiri atas paling banyak
4 (empat) bagian dan setiap bagian terdiri atas
paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Sekretariat KPU Provinsi terdiri atas paling banyak
3 (tiga) bagian dan setiap bagian terdiri atas 2 (dua)
subbagian.
(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota paling banyak
terdiri atas 4 (empat) subbagian.
(4) Jumlah pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota
ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan KPU
dengan mempertimbangkan beban kerja, proporsi
jumlah penduduk, kondisi geografis, dan luas
wilayah.
Pasal 61
Eselonisasi jabatan struktural Sekretaris Jenderal KPU,
Wakil Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi,
dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota sebagai berikut:
a. Sekretaris Jenderal KPU adalah jabatan struktural
eselon Ia.
b. Wakil Sekretaris Jenderal KPU adalah jabatan
struktural eselon Ib.
c. Sekretaris KPU Provinsi adalah jabatan struktural
eselon IIa.
d. Sekretaris KPU Kabupaten/Kota adalah jabatan
struktural eselon IIIa.
Pasal 62
Di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU
Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota dapat
ditetapkan jabatan fungsional tertentu yang jumlah dan
jenisnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63 . . .
- 59 -
Pasal 63
Struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat
KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota
ditetapkan dengan peraturan KPU setelah berkonsultasi
dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal
KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan KPU.
Pasal 65
Pengisian jabatan dalam struktur organisasi Sekretariat
Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat
KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan
KPU.
Paragraf 2
Tugas dan Wewenang
Pasal 66
Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan
sekretariat KPU Kabupaten/Kota masing-masing
melayani KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 67
(1) Sekretariat Jenderal KPU bertugas:
a. membantu penyusunan program dan anggaran
Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU dalam
menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu perumusan dan penyusunan
rancangan peraturan dan keputusan KPU;
e. memberikan . . .
- 60 -
e. memberikan bantuan hukum dan memfasilitasi
penyelesaian sengketa Pemilu;
f. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan
kegiatan dan pertanggungjawaban KPU; dan
g. membantu pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat Jenderal KPU berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kebutuhan yang
ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan
Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. mengangkat tenaga pakar/ahli berdasarkan
kebutuhan atas persetujuan KPU; dan
d. memberikan layanan administrasi,
ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat Jenderal KPU berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU.
(4) Sekretariat Jenderal KPU bertanggung jawab dalam
hal administrasi keuangan serta pengadaan barang
dan jasa berdasarkan peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Sekretariat KPU Provinsi bertugas:
a. membantu penyusunan program dan anggaran
Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU Provinsi
dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu . . .
- 61 -
d. membantu pendistribusian perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
e. membantu perumusan dan penyusunan
rancangan keputusan KPU Provinsi;
f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi;
g. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan
kegiatan dan pertanggungjawaban KPU Provinsi;
dan
h. membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat KPU Provinsi berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kebutuhan yang
ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan
Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan
c. memberikan layanan administrasi,
ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat KPU Provinsi berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU Provinsi.
(4) Sekretariat KPU Provinsi bertanggung jawab dalam
hal administrasi keuangan serta pengadaan barang
dan jasa berdasarkan peraturan perundangundangan.
Pasal 69 . . .
- 62 -
Pasal 69
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertugas:
a. membantu penyusunan program dan anggaran
Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU
Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan
Pemilu;
d. membantu pendistribusian perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi;
e. membantu perumusan dan penyusunan
rancangan keputusan KPU Kabupaten/Kota;
f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota;
g. membantu penyusunan laporan penyelenggaraan
kegiatan dan pertanggungjawaban KPU
Kabupaten/Kota; dan
h. membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan perlengkapan penyelenggaraan
Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf a
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan
c. memberikan layanan administrasi,
ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat . . .
- 63 -
(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab
dalam hal administrasi keuangan serta pengadaan
barang dan jasa berdasarkan peraturan perundangundangan.
BAB IV
PENGAWAS PEMILU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 70
(1) Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh
Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas
Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar
Negeri.
(2) Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat tetap.
(3) Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.
Pasal 71
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum tahapan pertama penyelenggaraan Pemilu
dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah
seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai.
Bagian Kedua . . .
- 64 -
Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan
Pasal 72
(1) Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Panwaslu Provinsi berkedudukan di ibu kota
provinsi.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu
kota kabupaten/kota.
(4) Panwaslu Kecamatan berkedudukan di ibu kota
kecamatan.
(5) Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di
desa/kelurahan.
(6) Pengawas Pemilu Luar Negeri berkedudukan di
kantor perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 73
(1) Keanggotaan Bawaslu terdiri atas kalangan
profesional yang mempunyai kemampuan dalam
melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota
partai politik.
(2) Jumlah anggota:
a. Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang;
b. Panwaslu Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang;
c. Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga)
orang;
d. Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang.
(3) Jumlah anggota Pengawas Pemilu Lapangan di
setiap desa/kelurahan sebanyak 1 (satu) orang.
(4) Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan terdiri
atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota
Bawaslu.
(6) Ketua . . .
- 65 -
(6) Ketua Panwaslu Provinsi, ketua Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan ketua Panwaslu Kecamatan
dipilih dari dan oleh anggota.
(7) Setiap anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu
Kecamatan mempunyai hak suara yang sama.
(8) Komposisi keanggotaan Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
dan Panwaslu Kabupaten/Kota memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya
30% (tiga puluh perseratus).
(9) Masa keanggotaan Bawaslu adalah 5 (lima) tahun
terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf 1
Badan Pengawas Pemilu
Pasal 74
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara dan daftar pemilih tetap;
2. penetapan peserta Pemilu;
3. pencalonan yang berkaitan dengan
persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, pasangan calon Presiden dan
wakil Presiden, dan pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah;
4. proses penetapan calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden,
serta . . .
- 66 -
serta pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan pemungutan suara dan
penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
8. pergerakan surat suara, berita acara
penghitungan suara, dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari tingkat TPS sampai
ke PPK;
9. proses rekapitulasi suara di PPK, KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu
susulan;
11. proses penetapan hasil Pemilu.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai Pemilu;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan
menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
e. menetapkan standar pengawasan tahapan
penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman kerja
bagi pengawas Pemilu di setiap tingkatan;
f. mengawasi pelaksanaan penetapan daerah
pemilihan dan jumlah kursi pada setiap daerah
pemilihan berdasarkan peraturan perundangundangan;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut
rekomendasi pengenaan sanksi kepada anggota
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat
Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai
sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU
Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU
Kabupaten/Kota . . .
- 67 -
Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bawaslu berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk
menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang
berwenang atas temuan dan laporan terhadap
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana
Pemilu.
Pasal 75
Bawaslu berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua
tingkatan;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang
berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan
mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai
dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau
berdasarkan kebutuhan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 . . .
- 68 -
Paragraf 2
Panwaslu Provinsi
Pasal 76
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Provinsi adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan
persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, dan pencalonan kepala daerah dan
wakil kepala daerah provinsi;
3. proses penetapan calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan pasangan calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah
provinsi;
4. penetapan pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah provinsi;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara dan penghitungan suara hasil Pemilu;
8. pengawasan seluruh proses penghitungan
suara di wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh
kabupaten/kota yang dilakukan oleh KPU
Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu
susulan;
11. proses penetapan hasil Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi;
b. menerima . . .
- 69 -
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai Pemilu;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
Provinsi untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan
menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
e. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai
dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu
yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu di tingkat provinsi;
f. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut
rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris dan
pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang sedang berlangsung;
g. mengawasi pelaksanaan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilu; dan
h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Panwaslu Provinsi berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk
menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f;
b. memberikan rekomendasi kepada yang
berwenang atas temuan dan laporan terhadap
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana
Pemilu.
Pasal 77 . . .
- 70 -
Pasal 77
Panwaslu Provinsi berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas pengawas Pemilu pada tingkatan
di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang
berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan
mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilu secara
periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu
berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di
tingkat provinsi; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Panwaslu Kabupaten/Kota
Pasal 78
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/Kota
adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kabupaten/kota yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan
persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dan pencalonan kepala
daerah . . .
- 71 -
daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten/kota;
3. proses penetapan calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dan pasangan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah kabupaten/kota;
4. penetapan pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah kabupaten/kota;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
7. pelaksanaan pemungutan suara dan
penghitungan suara hasil Pemilu;
8. mengendalikan pengawasan seluruh proses
penghitungan suara;
9. pergerakan surat suara dari tingkat TPS
sampai ke PPK;
10. proses rekapitulasi suara yang dilakukan
oleh KPU Kabupaten/Kota dari seluruh
kecamatan;
11. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu
susulan; dan
12. proses penetapan hasil Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai Pemilu;
c. menyelesaikan temuan dan laporan sengketa
penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung
unsur tindak pidana;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU
Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang bukan
menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
f. menyampaikan . . .
- 72 -
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai
dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu
yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu di tingkat kabupaten/kota;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut
rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi
kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris
dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota
yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota
berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk
menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang
berwenang atas temuan dan laporan terhadap
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana
Pemilu.
Pasal 79
Panwaslu Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas Panwaslu pada tingkatan di
bawahnya;
c. menerima . . .
- 73 -
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang
berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan
mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
Panwaslu Provinsi sesuai dengan tahapan Pemilu
secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu
Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten/Kota yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat
kabupaten/kota; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan
Pasal 80
Tugas dan wewenang Panwaslu Kecamatan adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara
hasil Pemilu;
5. pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh PPK
dari seluruh TPS; dan
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
b. menerima . . .
- 74 -
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh
penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPK
untuk ditindaklanjuti;
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi
kewenangannya kepada instansi yang berwenang;
e. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu;
f. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang
atas temuan dan laporan mengenai tindakan yang
mengandung unsur tindak pidana Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
Pasal 81
Panwaslu Kecamatan berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu
Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan;
c. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan
penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada
Panwaslu Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu
Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang
mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan
tahapan Pemilu di tingkat kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5 . . .
- 75 -
Paragraf 5
Pengawas Pemilu Lapangan
Pasal 82
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Lapangan
adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di
tingkat desa/kelurahan yang meliputi:
1. pelaksanaan pemutakhiran data pemilih
berdasarkan data kependudukan dan penetapan
daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil
perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses
penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap
TPS;
6. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS
yang ditempelkan di sekretariat PPS;
7. pergerakan surat suara dari TPS sampai ke PPK;
dan
8. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh
penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi
yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPS dan
KPPS untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang
atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan
yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
f. mengawasi . . .
- 76 -
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.
Pasal 83
Pengawas Pemilu Lapangan berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kecamatan
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu
Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang
mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan
tahapan Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan
penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada
Panwaslu Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh
Panwaslu Kecamatan.
Paragraf 6
Pengawas Pemilu Luar Negeri
Pasal 84
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Luar Negeri
adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar
negeri yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan data
kependudukan dan penetapan daftar pemilih
sementara, hasil perbaikan daftar pemilih, dan
daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan . . .
- 77 -
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses
penghitungan suara di setiap TPSLN;
5. proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh
PPLN dari seluruh TPSLN;
6. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap
TPSLN;
7. pengumuman hasil penghitungan suara dari
TPSLN yang ditempelkan di sekretariat PPLN;
8. pergerakan surat suara dari TPSLN sampai ke
PPLN; dan
9. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara
ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada instansi
yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada PPLN dan
KPPSLN untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang
atas temuan dan laporan tentang adanya tindakan
yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang
diberikan oleh Bawaslu.
Pasal 85
Pengawas Pemilu Luar Negeri berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya;
b. menyampaikan . . .
- 78 -
b. menyampaikan laporan kepada Bawaslu berkaitan
dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu di
luar negeri;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu
berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh PPLN dan KPPSLN yang
mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan
tahapan Pemilu di luar negeri;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas tahapan
penyelenggaraan Pemilu di wilayah kerjanya kepada
Bawaslu; dan
e. melaksanakan kewajiban lainnya yang diberikan oleh
Bawaslu.
Bagian Keempat
Persyaratan
Pasal 86
Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu, Panwaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu
Kecamatan, serta Pengawas Pemilu Lapangan adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan
adil;
e. memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang yang
berkaitan dengan pengawasan;
f. berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota
Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu
Kabupaten/Kota dan berpendidikan paling rendah
SLTA atau yang sederajat untuk anggota Panwaslu
Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan;
g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia untuk
anggota Bawaslu, di wilayah provinsi yang
bersangkutan . . .
- 79 -
bersangkutan untuk anggota Panwaslu Provinsi, atau
di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk
anggota Panwaslu Kabupaten/Kota yang dibuktikan
dengan kartu tanda penduduk;
h. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari rumah
sakit;
i. tidak pernah menjadi anggota partai politik yang
dinyatakan secara tertulis dalam surat pernyataan
yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai
politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari
pengurus partai politik yang bersangkutan;
j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan
struktural, dan jabatan fungsional dalam jabatan
negeri;
l. bersedia bekerja penuh waktu; dan
m. bersedia tidak menduduki jabatan di pemerintahan
dan badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha
milik daerah (BUMD) selama masa keanggotaan.
Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian
Paragraf 1
Bawaslu
Pasal 87
(1) KPU membentuk Tim Seleksi calon anggota
Bawaslu.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membantu KPU untuk menetapkan calon anggota
Bawaslu yang akan diajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Tim . . .
- 80 -
(3) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari unsur
akademisi, profesional, dan masyarakat yang
memiliki integritas dan tidak menjadi anggota partai
politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berpendidikan paling rendah S-1 dan
berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri
sebagai calon anggota Bawaslu.
(6) Komposisi Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap
anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan KPU
dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung 3 (tiga) bulan setelah terbentuknya KPU.
Pasal 88
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka
dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi dapat
dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga
yang memiliki kompetensi pada bidang yang
diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu, Tim Seleksi
melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota
Bawaslu sekurang-kurangnya pada 5 (lima)
media massa cetak harian nasional selama 1
(satu) hari dan 5 (lima) media massa elektronik
nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal calon
anggota Bawaslu dalam waktu paling lambat 5
(lima) hari kerja;
d. mengumumkan . . .
- 81 -
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi
bakal calon anggota Bawaslu dalam waktu paling
lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
pengumuman hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan daftar nama bakal calon anggota
Bawaslu yang lulus seleksi tertulis sekurangkurangnya
pada 5 (lima) media massa cetak
harian nasional selama 1 (satu) hari dan 5 (lima)
media massa elektronik nasional selama 3 (tiga)
hari berturut-turut untuk mendapatkan
masukan dan tanggapan masyarakat dalam
waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja;
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota Bawaslu, termasuk mengklarifikasi
tanggapan dan masukan masyarakat dalam
waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja; dan
h. menyampaikan 15 (lima belas) nama bakal calon
anggota Bawaslu kepada KPU paling lambat
2 (dua) hari terhitung sejak Tim Seleksi
memutuskan nama bakal calon.
Pasal 89
(1) KPU menetapkan 15 (lima belas) nama calon atau
3 (tiga) kali jumlah anggota Bawaslu untuk
selanjutnya diajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
(2) Penyampaian nama calon yang sudah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan abjad disertai salinan berkas
administrasi tiap-tiap bakal calon anggota Bawaslu
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak KPU
menerima nama bakal calon anggota Bawaslu dari
Tim Seleksi.
Pasal 90 . . .
- 82 -
Pasal 90
(1) Proses pemilihan anggota Bawaslu di Dewan
Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya berkas calon anggota Bawaslu dari
KPU.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyusun
urutan peringkat 15 (lima belas) nama calon anggota
Bawaslu berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima)
nama peringkat teratas dari 15 (lima belas) nama
calon anggota Bawaslu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sebagai anggota Bawaslu terpilih.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama
anggota Bawaslu terpilih sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada Presiden dalam waktu paling
lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak calon
anggota Bawaslu ditetapkan.
Pasal 91
(1) Anggota Bawaslu terpilih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90 ayat (3) disampaikan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan Presiden paling
lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
diterimanya 5 (lima) nama yang ditetapkan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal 92
(1) Untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dibentuk Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas
Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
yang bertugas melakukan pengawasan terhadap
tahapan . . .
- 83 -
tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kerja masing-masing.
(2) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi, dibentuk
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan
Panwaslu Kecamatan serta Pengawas Pemilu
Lapangan yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi di
wilayah kerja masing-masing.
(3) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu Kepala
Daerah Kabupaten/Kota, dibentuk Panwaslu
Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan, serta
Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
Kabupaten/Kota di wilayah kerja masing-masing.
Paragraf 2
Panwaslu Provinsi
Pasal 93
Calon anggota Panwaslu Provinsi diusulkan oleh KPU
Provinsi kepada Bawaslu sebanyak 6 (enam) orang untuk
selanjutnya ditetapkan dengan keputusan Bawaslu
sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota Panwaslu
Provinsi terpilih setelah melalui uji kelayakan dan
kepatutan.
Paragraf 3
Panwaslu Kabupaten/Kota
Pasal 94
(1) Calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota
kepada Panwaslu Provinsi sebanyak 6 (enam) orang
untuk . . .
- 84 -
untuk selanjutnya dipilih sebanyak 3 (tiga) orang
sebagai anggota Panwaslu Kabupaten/Kota setelah
melalui uji kelayakan dan kepatutan dan ditetapkan
dengan keputusan Bawaslu.
(2) Calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU
Kabupaten/Kota kepada Bawaslu sebanyak 6 (enam)
orang untuk selanjutnya dipilih sebanyak 3 (tiga)
orang sebagai anggota Panwaslu Kabupaten/Kota
setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan dan
ditetapkan dengan keputusan Bawaslu.
Paragraf 4
Panwaslu Kecamatan
Pasal 95
Calon anggota Panwaslu Kecamatan diusulkan oleh KPU
Kabupaten/Kota kepada Panwaslu Kabupaten/Kota
sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya dipilih
sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota Panwaslu
Kecamatan dan ditetapkan dengan keputusan Panwaslu
Kabupaten/Kota.
Paragraf 5
Pengawas Pemilu Lapangan
Pasal 96
Anggota Pengawas Pemilu Lapangan dipilih dan
ditetapkan dengan keputusan Panwaslu Kecamatan.
Paragraf 6
Pengawas Pemilu Luar Negeri
Pasal 97
(1) Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu di
luar negeri.
(2) Pengawas . . .
- 85 -
(2) Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk dan
ditetapkan dengan keputusan Bawaslu atas usul
kepala perwakilan Republik Indonesia.
(3) Anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri terdiri atas
masyarakat Indonesia yang berdomisili di luar
negeri.
Paragraf 7
Sumpah/Janji
Pasal 98
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota Bawaslu,
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri mengucapkan
sumpah/janji.
(2) Pengambilan sumpah/janji anggota Bawaslu
dilakukan oleh Hakim Agung di kantor KPU.
(3) Pengambilan sumpah/janji anggota Panwaslu
Provinsi dilakukan oleh Bawaslu.
(4) Pengambilan sumpah/janji anggota Panwaslu
Kabupaten/Kota dilakukan oleh Panwaslu Provinsi,
kecuali pada penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
pengambilan sumpah/janji dilakukan oleh Bawaslu.
(5) Sumpah/janji anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban
saya sebagai anggota Bawaslu/Panwaslu
Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/Panwaslu
Kecamatan/ Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas
Pemilu Luar Negeri dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dengan
berpedoman kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bahwa . . .
- 86 -
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan
wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh,
jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, tegaknya
demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan
kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia
daripada kepentingan pribadi atau golongan.”
Paragraf 8
Pemberhentian
Pasal 99
(1) Anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas
Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c apabila:
a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota
Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan
Pengawas Pemilu Lapangan;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 3 (tiga) bulan;
d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;
e. dijatuhi . . .
- 87 -
e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana Pemilu; atau
f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas
dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturutturut
tanpa alasan yang jelas.
(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota Bawaslu oleh Presiden;
b. anggota Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri oleh Bawaslu.
(4) Penggantian anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri yang berhenti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota Bawaslu, digantikan oleh calon anggota
Bawaslu urutan peringkat berikutnya dari hasil
pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat;
b. anggota Panwaslu Provinsi, digantikan oleh calon
anggota Panwaslu Provinsi urutan peringkat
berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan
oleh Bawaslu;
c. anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, digantikan
oleh calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota
urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan
yang dilakukan oleh Panwaslu Provinsi;
d. anggota Panwaslu Kecamatan digantikan oleh
calon anggota Panwaslu Kecamatan yang telah
diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan
ditetapkan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota;
e. anggota Pengawas Pemilu Lapangan dipilih dan
ditetapkan oleh Panwaslu Kecamatan; dan
f. anggota . . .
- 88 -
f. anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri dipilih dan
ditetapkan oleh Bawaslu atas usul kepala
perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 100
(1) Pemberhentian anggota Bawaslu, yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 99 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf f didahului dengan verifikasi oleh Dewan
Kehormatan atas pengaduan masyarakat dengan
identitas yang jelas.
(2) Dalam proses pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota Bawaslu, harus
diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan
Dewan Kehormatan.
(3) Dalam hal rapat Bawaslu memutuskan
pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan rekomendasi Dewan
Kehormatan, anggota yang bersangkutan
diberhentikan sementara sebagai anggota Bawaslu
sampai dengan diterbitkannya keputusan
pemberhentian.
(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembelaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dan pengambilan keputusan dalam
pembuatan rekomendasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) oleh Dewan Kehormatan diatur lebih
lanjut dengan peraturan Bawaslu paling lambat
6 (enam) bulan terhitung sejak Bawaslu
mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 101
(1) Pemberhentian, penonaktifan sementara, dan
pengenaan sanksi administratif kepada anggota
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dilakukan oleh
Bawaslu.
(2) Tata . . .
- 89 -
(2) Tata cara pemberhentian, penonaktifan sementara,
dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan Bawaslu.
Pasal 102
(1) Anggota Bawaslu diberhentikan sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana
Pemilu; atau
c. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 100 ayat (3).
(2) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan terbukti
bersalah karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang
bersangkutan diberhentikan sebagai anggota
Bawaslu.
(3) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan tidak
terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang
bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari, dengan sendirinya anggota Bawaslu
dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota Bawaslu yang dinyatakan tidak
terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama
anggota Bawaslu yang bersangkutan.
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling lama 60 (enam puluh)
hari . . .
- 90 -
hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) telah berakhir dan tanpa
pemberhentian tetap, yang bersangkutan
dinyatakan dengan Undang-Undang ini aktif
kembali.
Pasal 103
Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu, Panwaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu
Kecamatan dibantu oleh sekretariat.
Bagian Keenam
Pengambilan Keputusan
Pasal 104
(1) Keputusan Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan
Panwaslu Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan
penetapan dan pemberian rekomendasi masingmasing
kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota mengenai penonaktifan sementara
dan/atau pengenaan sanksi administratif kepada
anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota dilakukan melalui rapat pleno.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui suara terbanyak.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban dan Pelaporan
Pasal 105
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu:
a. dalam hal keuangan bertanggung jawab sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam hal pengawasan seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilu dan tugas lainnya
memberikan . . .
- 91 -
memberikan laporan pengawasan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disampaikan secara periodik untuk
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditembuskan kepada KPU.
Pasal 106
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu Provinsi
bertanggung jawab kepada Bawaslu.
(2) Panwaslu Provinsi menyampaikan laporan kinerja
dan pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara
periodik kepada Bawaslu.
(3) Panwaslu Provinsi menyampaikan laporan kegiatan
pengawasan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
kepada gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi.
Pasal 107
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu
Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada
Bawaslu.
(2) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kinerja dan pengawasan penyelengaraan Pemilu
secara periodik kepada Bawaslu.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kegiatan pengawasan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada
bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedelapan . . .
- 92 -
Bagian Kedelapan
Kesekretariatan
Pasal 108
(1) Sekretariat Bawaslu dipimpin oleh kepala
sekretariat yang berasal dari pegawai negeri sipil
yang memenuhi persyaratan.
(2) Kepala Sekretariat Bawaslu adalah jabatan
struktural eselon II.
(3) Kepala Sekretariat Bawaslu bertanggung jawab
kepada Bawaslu.
(4) Kepala Sekretariat Bawaslu diangkat dan
diberhentikan dengan keputusan Menteri Dalam
Negeri atas usul Bawaslu.
(5) Calon kepala Sekretariat Bawaslu diusulkan oleh
Bawaslu sebanyak 3 (tiga) orang calon kepada
Menteri Dalam Negeri untuk dipilih dan ditetapkan
1 (satu) orang oleh Menteri Dalam Negeri sebagai
Kepala Sekretariat Bawaslu.
(6) Pegawai Sekretariat Bawaslu berasal dari pegawai
negeri sipil dan tenaga profesional yang diperlukan.
(7) Pola organisasi dan tata kerja Sekretariat Bawaslu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan
Bawaslu.
Pasal 109
(1) Sekretariat Panwaslu Provinsi atau Panwaslu
Kabupaten/Kota masing-masing dipimpin oleh
kepala sekretariat yang berasal dari pegawai negeri
sipil yang memenuhi persyaratan.
(2) Kepala sekretariat Panwaslu Provinsi bertanggung
jawab kepada Panwaslu Provinsi dan kepala
sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung
jawab kepada Panwaslu Kabupaten/Kota.
(3) Kepala sekretariat dan pegawai sekretariat Panwaslu
Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh gubernur
atas usul Panwaslu Provinsi.
(4) Kepala . . .
- 93 -
(4) Kepala sekretariat dan pegawai sekretariat Panwaslu
Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan diangkat
dan diberhentikan oleh bupati/walikota atas usul
Panwaslu Kabupaten/Kota.
(5) Jumlah pegawai sekretariat Panwaslu
Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan masingmasing
paling banyak 5 (lima) orang.
(6) Pegawai sekretariat Panwaslu
Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan berasal dari
pegawai negeri sipil dan tenaga profesional yang
diperlukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengusulan pengangkatan dan pemberhentian
kepala sekretariat dan pegawai sekretariat Panwaslu
dan tata kerja sekretariat Panwaslu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan peraturan Bawaslu dengan
berpedoman pada Peraturan Presiden.
BAB V
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN
Bagian Pertama
Kode Etik
Pasal 110
(1) KPU dan Bawaslu secara bersama-sama menyusun
dan menyetujui satu kode etik untuk menjaga
kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota
KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan
KPPSLN serta Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri.
(2) Dalam hal penyusunan kode etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) KPU dan Bawaslu dapat
mengikutsertakan pihak lain.
(3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota
KPU . . .
- 94 -
KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan
KPPSLN serta Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri.
(4) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan KPU paling
lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Bawaslu
terbentuk.
Bagian Kedua
Dewan Kehormatan
Pasal 111
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya dugaan pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh anggota KPU dan anggota KPU
Provinsi, dibentuk Dewan Kehormatan KPU yang
bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan KPU sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
keputusan KPU.
(3) Dewan Kehormatan KPU sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri
atas 3 (tiga) orang anggota KPU dan 2 (dua) orang
dari luar anggota KPU.
(4) Dewan Kehormatan KPU terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan KPU dipilih dari dan oleh
anggota Dewan Kehormatan.
(6) Ketua Dewan Kehormatan KPU tidak boleh
dirangkap oleh Ketua KPU.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan KPU
menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
bersifat mengikat.
(9) KPU . . .
- 95 -
(9) KPU wajib melaksanakan rekomendasi Dewan
Kehormatan KPU.
Pasal 112
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya dugaan pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota,
dibentuk Dewan Kehormatan KPU Provinsi yang
bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
lebih lanjut dengan keputusan KPU Provinsi.
(3) Dewan Kehormatan KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berjumlah 3 (tiga) orang
yang terdiri atas 2 (dua) orang anggota KPU Provinsi
dan 1 (satu) orang dari luar anggota KPU Provinsi.
(4) Dewan Kehormatan KPU Provinsi terdiri atas
seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan KPU Provinsi dipilih dari
dan oleh anggota Dewan Kehormatan KPU Provinsi.
(6) Ketua Dewan Kehormatan tidak boleh dirangkap
oleh Ketua KPU Provinsi.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan KPU
Provinsi menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
bersifat mengikat.
(9) KPU Provinsi wajib melaksanakan rekomendasi
Dewan Kehormatan KPU Provinsi.
Pasal 113
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
anggota Bawaslu, dibentuk Dewan Kehormatan
Bawaslu yang bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan . . .
- 96 -
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan Bawaslu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
lebih lanjut dengan keputusan Bawaslu.
(3) Dewan Kehormatan Bawaslu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang
yang terdiri atas 1 (satu) orang anggota dari KPU,
2 (dua) orang anggota dari Bawaslu, dan 2 (dua)
orang dari luar anggota KPU dan Bawaslu.
(4) Dewan Kehormatan Bawaslu terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan Bawaslu dipilih dari dan
oleh anggota Dewan Kehormatan Bawaslu.
(6) Ketua Dewan Kehormatan Bawaslu tidak boleh
dirangkap oleh Ketua Bawaslu.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan
Bawaslu menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
bersifat mengikat.
(9) Bawaslu wajib melaksanakan rekomendasi Dewan
Kehormatan Bawaslu.
BAB VI
KEUANGAN
Pasal 114
(1) Anggaran belanja KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, Bawaslu, Sekretariat Jenderal
KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU
Kabupaten/Kota serta Sekretariat Bawaslu
bersumber dari APBN.
(2) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden wajib dianggarkan
dalam APBN.
(3) Sekretaris Jenderal KPU mengoordinasikan
pendanaan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana
dimaksud . . .
- 97 -
dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
KPPS, PPLN, dan KPPSLN.
(4) Kepala Sekretariat Bawaslu mengoordinasikan
anggaran belanja Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu
Luar Negeri.
(5) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah wajib dianggarkan dalam
APBD.
Pasal 115
Anggaran penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang tentang APBN, serta Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang APBD wajib dicairkan sesuai
dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Pasal 116
Kedudukan keuangan anggota KPU, Bawaslu, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, diatur dalam
Peraturan Presiden.
BAB VII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 117
(1) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU membentuk
peraturan KPU dan keputusan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pelaksanaan peraturan perundangundangan.
(3) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota membentuk keputusan
dengan . . .
- 98 -
dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan
oleh KPU.
Pasal 118
(1) Untuk pelaksanaan pengawasan Pemilu, Bawaslu
membentuk peraturan Bawaslu dan keputusan
Bawaslu.
(2) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 119
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi
penyelenggara Pemilu di provinsi yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa sepanjang tidak diatur lain dalam
undang-undang tersendiri.
Pasal 120
Pembentukan Tim Seleksi untuk memilih calon anggota
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota di daerah
otonom baru yang DPRD-nya belum terbentuk diatur
lebih lanjut dengan peraturan KPU.
Pasal 121
Untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan
kewajibannya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah
dan pemerintah daerah serta memperoleh bantuan dan
fasilitas, baik dari Pemerintah maupun dari pemerintah
daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 122
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU
tidak dapat melaksanakan tahapan penyelenggaraan
Pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang,
tahapan . . .
- 99 -
tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk sementara
dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal KPU.
(2) Dalam hal KPU tidak dapat menjalankan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat
30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat mengambil langkah agar KPU dapat
melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak dapat
menjalankan tugasnya, tahapan penyelenggaraan
Pemilu untuk sementara dilaksanakan oleh KPU
setingkat di atasnya.
Pasal 123
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan Bawaslu
tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang, pengawasan tahapan
penyelenggaraan Pemilu untuk sementara
dilaksanakan oleh Kepala Sekretariat Bawaslu.
(2) Dalam hal Bawaslu tidak dapat menjalankan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lambat
30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat segera mengambil langkah agar Bawaslu
dapat melaksanakan tugasnya kembali.
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan
Panwaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota
tidak dapat menjalankan tugasnya, tahapan
pengawasan penyelenggaraan Pemilu untuk
sementara dilaksanakan oleh Bawaslu atau
Panwaslu setingkat di atasnya.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 124
(1) Masa kerja anggota KPU yang diperpanjang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Perubahan . . .
- 100 -
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
berakhir sejak saat pengucapan sumpah/janji
anggota KPU yang baru berdasarkan Undang-
Undang ini.
(2) Anggota KPU yang masa kerjanya diperpanjang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan
tugas, wewenang, dan kewajiban KPU sesuai dengan
Undang-Undang ini.
(3) Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, segala
kewajiban dengan pihak lain yang belum selesai
dilaksanakan oleh KPU tetap berlangsung dan
dinyatakan tetap berlaku menurut Undang-Undang
ini.
(4) Untuk pertama kali, pembentukan Tim Seleksi
anggota KPU menurut Undang-Undang ini harus
sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) bulan setelah
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 125
(1) Keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-
Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa
keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana dimaksud
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah serta KPUD Provinsi
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(2) Dalam hal anggota KPUD Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir masa tugasnya
pada saat berlangsungnya penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,
pengisian keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan
Undang-Undang ini ditunda.
(3) Anggota KPUD Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tetap menjalankan tugas sampai dengan
dengan . . .
- 101 -
pengisian keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan
Undang-Undang ini.
(4) Pengisian keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lambat 4 (empat)
bulan sejak pelantikan kepala daerah dan wakil
kepala daerah terpilih.
Pasal 126
(1) Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan
Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir
masa keanggotaan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta
KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
(2) Dalam hal anggota KPUD Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir masa
tugasnya pada saat berlangsungnya
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah, pengisian keanggotaan KPU
Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini
ditunda.
(3) Anggota KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap menjalankan tugas
sampai dengan pengisian keanggotaan KPU
Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) Pengisian keanggotaan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat
4 (empat) bulan sejak pelantikan kepala daerah dan
wakil kepala daerah terpilih.
Pasal 127
Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah sedang berlangsung pada saat
Undang-Undang ini diundangkan, KPUD Provinsi dan
KPUD . . .
- 102 -
KPUD Kabupaten/Kota berpedoman kepada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
tata cara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang berlaku sebelum Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 128
Struktur organisasi dan tata kerja sekretariat KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota disesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak pengisian keanggotaan KPU, KPU Provinsi,
atau KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 129
(1) Keanggotaan Bawaslu harus sudah terisi paling
lambat 5 (lima) bulan setelah pengisian keanggotaan
KPU berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan
kabupaten/kota sedang berlangsung pada saat
Undang-Undang ini diundangkan, panitia pengawas
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
tetap melaksanakan tugasnya.
(3) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepada daerah yang akan
berlangsung sebelum terbentuknya Bawaslu
berdasarkan Undang-Undang ini, pembentukan
pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah berpedoman kepada peraturan perundangundangan
yang berlaku sebelum Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, semua
peraturan pelaksanaan yang mengatur penyelenggara
Pemilu dan kode etik penyelenggara Pemilu dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan
belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB X . . .
- 103 -
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 131
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4631) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuanketentuan
dalam:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor
37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4277);
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4311); dan
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4437);
yang mengatur lembaga penyelenggara dan pengawas
Pemilu sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang ini
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 133
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 104 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 59
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
HAMID AWALUDIN
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Menteri Sekretaris Negara
Bidang Perundang-undangan,
Muhammad Sapta Murti
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2007
TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
I. UMUM
Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana
perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan
negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan
pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara
pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan
akuntabilitas.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu
komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan
perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan
perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, wilayah negara
Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan
menyebar di seluruh Nusantara serta memiliki kompleksitas nasional
menuntut penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan
memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penyempurnaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur penyelenggara pemilihan umum dimaksudkan untuk
lebih meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan evaluasi penyelenggaraan pemilihan umum. Oleh karena itu,
diperlukan satu undang-undang yang mengatur penyelenggara
pemilihan umum.
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai penyelenggara pemilihan
umum yang dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum,
selanjutnya disebut Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa
wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara
pemilihan umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik . . .
- 2 -
Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga
yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun
dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU
dalam menyelenggarakan dan melaksanakan pemilihan umum bebas
dari pengaruh pihak mana pun.
Perubahan penting dalam Undang-Undang ini, antara lain, meliputi
pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah yang diatur dalam beberapa peraturan perundangundangan
dan disempurnakan menjadi 1 (satu) undang-undang
secara lebih komprehensif.
Di dalam Undang-Undang ini diatur mengenai KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan
umum yang permanen. KPU dalam menjalankan tugasnya
bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan
serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum
dan tugas lainnya; KPU memberikan laporan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden. Undang-Undang ini juga mengatur
pembentukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan
PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara pemilihan umum
yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting
dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan
umum dalam rangka mengawal terwujudnya pemilihan umum yang
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, diperlukan adanya suatu
pengawasan untuk menjamin agar pemilihan umum tersebut benarbenar
dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum dan
peraturan perundang-undangan. Untuk mengawasi penyelenggaraan
pemilihan umum, Undang-Undang ini mengatur mengenai Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bersifat tetap. Fungsi pengawasan
intern oleh KPU dilengkapi dengan fungsi pengawasan ekstern yang
dilakukan oleh Bawaslu serta Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Pembentukan Pengawas Pemilu
tersebut tidak dimaksudkan untuk mengurangi kemandirian dan
kewenangan KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum.
Adanya lembaga penyelenggara pemilihan umum yang profesional
membutuhkan Sekretariat Jenderal KPU di tingkat pusat dan
sekretariat KPU Provinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota di
daerah sebagai lembaga pendukung yang profesional dengan tugas
utama . . .
- 3 -
utama membantu hal teknis administratif, termasuk pengelolaan
anggaran. Untuk lebih membantu lancarnya tugas-tugas KPU,
diangkat tenaga ahli/pakar sesuai dengan kebutuhan dan berada di
bawah koordinasi Sekretaris Jenderal KPU.
Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki
integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun
dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik
Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam penyelenggaraan
pemilihan umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi,
dan Bawaslu.
Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan pemilihan umum,
Undang-Undang ini memuat pengaturan yang mengamanatkan agar
Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan dan
fasilitas yang diperlukan oleh KPU dan Bawaslu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Rumusan pasal ini menjelaskan sifat penyelenggara Pemilu yang
nasional, tetap, dan mandiri.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7 . . .
- 4 -
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang berhak menandatangani peraturan hanya Ketua
KPU.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU merupakan
pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan
dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f . . .
- 5 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”KPU wajib menyerahkannya
kepada saksi” adalah KPU wajib memberikan berita
acara dan sertifikat penghitungan suara kepada saksi
dan Bawaslu, baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap
peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf p . . .
- 6 -
Huruf p
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU merupakan
pengguna akhir data kependudukan yang disiapkan
dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 7 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita
acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”wajib menyerahkannya kepada
saksi” adalah KPU wajib memberikan berita acara dan
sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun
tidak diminta.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap
pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf o
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf p . . .
- 8 -
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diterima KPU dari APBN
diperiksa secara periodik oleh Badan Pemeriksa
Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h . . .
- 9 -
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU Provinsi
merupakan pengguna akhir data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam
berita acara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”KPU Provinsi wajib
menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Provinsi
wajib memberikan berita acara dan sertifikat
penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf i . . .
- 10 -
Huruf i
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap
peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf m
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 11 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam memutakhirkan data pemilih, KPU Provinsi
merupakan pengguna akhir data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam
berita acara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”KPU Provinsi wajib
menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Provinsi
wajib memberikan berita acara serta sertifikat
penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l . . .
- 12 -
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam memutakhirkan data pemilih, KPU Provinsi
merupakan pengguna akhir data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU Provinsi dan dituangkan ke dalam
berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”KPU Provinsi wajib
menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU Provinsi
wajib . . .
- 13 -
wajib memberikan berita acara serta sertifikat
penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
provinsi.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf p
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s . . .
- 14 -
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Laporan kepada Presiden disampaikan melalui Menteri
Dalam Negeri.
Huruf v
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diterima oleh KPU Provinsi
dari APBN diperiksa secara periodik oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i . . .
- 15 -
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU
Kabupaten/Kota merupakan pengguna akhir data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke
dalam berita acara.
Huruf i . . .
- 16 -
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU
Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara serta
sertifikat penghitungan suara baik diminta maupun
tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap
peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 17 -
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU
Kabupaten/Kota merupakan pengguna akhir data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke
dalam berita acara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU
Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara dan
sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun
tidak.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan . . .
- 18 -
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pemutakhiran data pemilih, KPU
Kabupaten/Kota merupakan pengguna akhir data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf g . . .
- 19 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Rekapitulasi hasil penghitungan suara disahkan dalam
rapat pleno KPU Kabupaten/Kota dan dituangkan ke
dalam berita acara.
Huruf k
Yang dimaksud dengan ”KPU Kabupaten/Kota wajib
menyerahkannya kepada saksi” adalah KPU
Kabupaten/Kota wajib memberikan berita acara dan
sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun
tidak.
Huruf l
Hasil Pemilu adalah jumlah suara yang diperoleh setiap
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten/kota.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun . . .
- 20 -
maupun meneruskan temuan dan laporan yang
terbukti.
Huruf q
Yang dimaksud dengan “menonaktifkan sementara”
adalah membebastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam menyelenggarakan
tahapan Pemilu.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diterima oleh KPU
Kabupaten/Kota dari APBN diperiksa secara periodik
oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Huruf e . . .
- 21 -
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “memiliki pengetahuan dan
keahlian atau memiliki pengalaman” dalam ketentuan ini
dibuktikan dengan karya tulis atau pernah menjadi anggota
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, pengawas, dan
panitia pemilihan.
Huruf f . . .
- 22 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cacat tubuh tidak termasuk kategori gangguan kesehatan.
Huruf i
Calon yang belum pernah menjadi anggota partai politik
melampirkan pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai
cukup.
Calon yang pernah menjadi anggota partai politik
melampirkan keterangan tertulis dari partai politik yang
bersangkutan yang menerangkan bahwa calon sudah tidak
lagi menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
Huruf j
Orang yang dipidana penjara karena alasan politik
dikecualikan dari ketentuan ini.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 23 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”membantu” dalam ketentuan ini
adalah melakukan seleksi calon anggota KPU dan
menyampaikan hasilnya kepada Presiden.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”unsur profesional” adalah unsur
organisasi profesi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “melibatkan partisipasi masyarakat”
adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis
terhadap calon anggota KPU.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pengumuman dalam media massa elektronik
mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio
Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita
Nasional Antara.
Huruf b . . .
- 24 -
Huruf b
“Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja” dalam
ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk
melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman dalam media massa elektronik
mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio
Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita
Nasional Antara.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian
nasional dan media massa elektronik nasional harus
dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta
permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk
memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota
KPU, dan tanggapan harus disertai identitas diri
pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan
materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya,
sistem politik, peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan bidang politik, integritas diri
termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang
disampaikan dengan identitas yang jelas.
Huruf h
Penyampaian nama bakal calon anggota KPU dari Tim
Seleksi kepada Presiden disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal
calon anggota KPU.
Pasal 14 . . .
- 25 -
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh Dewan Perwakilan
Rakyat disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai
dengan 21 (dua puluh satu).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”unsur profesional” adalah unsur
organisasi profesi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) . . .
- 26 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”gubernur” termasuk penjabat
gubernur.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 27 -
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
“Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja” dalam
ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk
melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian lokal
dan media massa elektronik harus dicantumkan
alamat Sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim
Seleksi kepada masyarakat untuk memberikan
tanggapan terhadap bakal calon anggota KPU Provinsi
dan tanggapan harus disertai identitas diri pemberi
tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan
materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya,
sistem politik, peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan bidang politik, integritas diri
termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang
disampaikan dengan identitas yang jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21 . . .
- 28 -
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh KPU disusun dalam
urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat
10 (sepuluh).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”unsur profesional” adalah unsur
organisasi profesi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
- 29 -
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”bupati/walikota” termasuk
penjabat bupati/walikota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud ”media massa cetak harian lokal”
adalah media massa yang terbit di wilayah provinsi
dan/atau . . .
- 30 -
dan/atau media massa cetak harian lokal yang
menjangkau kabupaten/kota yang bersangkutan.
Huruf b
“Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja” dalam
ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk
melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian dan
media massa elektronik harus dicantumkan alamat
sekretariat Tim Seleksi serta permintaan Tim Seleksi
kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan
terhadap bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota
dan tanggapan harus disertai indentitas diri pemberi
tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan
materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya,
sistem politik, peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan bidang politik, integritas diri
termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang
disampaikan dengan identitas yang jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 31 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh KPU Provinsi disusun
dalam bentuk urutan peringkat 1 (satu) sampai dengan
peringkat 10 (sepuluh).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Keterangan ”meninggal dunia” dibuktikan dengan surat
keterangan dokter.
Huruf b
Yang dimaksud ”mengundurkan diri” adalah
mengundurkan diri karena alasan kesehatan dan/atau
karena terganggu fisik dan/atau jiwanya untuk
menjalankan kewajibannya sebagai anggota KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 32 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit fisik dan/atau jiwanya yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan/atau
tidak diketahui keberadaannya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Untuk menggantikan anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota yang berhenti atau diberhentikan, tidak
diperlukan lagi pembentukan Tim Seleksi.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 33 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keputusan pemberhentian” adalah
keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota KPU,
keputusan KPU untuk memberhentikan anggota KPU
Provinsi, dan keputusan KPU Provinsi untuk
memberhentikan anggota KPU Kabupaten/Kota.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Selama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota diberhentikan sementara segala hak
keuangannya tetap diberikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 32 . . .
- 34 -
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyelesaian administrasi hasil Pemilu dilakukan lebih
lanjut oleh Sekretaris Jenderal KPU untuk tingkat pusat,
KPU untuk tingkat provinsi, KPU Provinsi untuk tingkat
kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41 . . .
- 35 -
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Sebelum mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris,
secara kolektif PPK dapat berkonsultasi dengan sekretaris
daerah.
Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
- 36 -
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengumuman hasil rekapitulasi dilakukan dengan cara
menempelkannya pada sarana pengumuman kecamatan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”PPK wajib menyerahkannya kepada
saksi” adalah PPK wajib memberikan berita acara dan
sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46 . . .
- 37 -
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “membentuk KPPS” termasuk
menentukan jumlah dan lokasi TPS.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman daftar pemilih dilakukan dengan cara
menempelkannya pada sarana pengumuman
desa/kelurahan dan/atau sarana umum yang mudah
dijangkau dan dilihat masyarakat.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “masukan dari masyarakat tentang
daftar pemilih sementara” adalah masukan untuk
menambah data pemilih yang memenuhi persyaratan tetapi
belum terdaftar dan/atau mengurangi data pemilih karena
tidak memenuhi persyaratan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j . . .
- 38 -
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan
cara menempelkannya pada sarana pengumuman
desa/kelurahan.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “menjaga dan mengamankan”,
antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak
mengganti, tidak merusak, tidak menghitung surat suara,
atau tidak menghilangkan kotak suara.
Huruf m
Yang dimaksud dengan “meneruskan” adalah membawa
dan menyampaikan kotak suara kepada PPK, yang dapat
dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan pihak yang
berwenang.
Huruf n
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Pasal 48 . . .
- 39 -
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan
cara menempelkannya pada TPS dan/atau lingkungan TPS.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”menindaklanjuti” adalah
mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghentikan temuan dan laporan yang tidak terbukti
maupun meneruskan temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf f
Yang dimaksud dengan ”menjaga dan mengamankan”,
antara lain, adalah tidak membuka, tidak mengubah, tidak
mengganti, tidak merusak, atau tidak menghilangkan kotak
suara yang telah berisi suara yang telah dicoblos dan
setelah kotak suara disegel.
Huruf g
Yang dimaksud dengan ”KPPS wajib menyerahkannya
kepada saksi” adalah KPPS wajib memberikan berita acara
dan sertifikat penghitungan suara, baik diminta maupun
tidak.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i . . .
- 40 -
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pengumuman daftar pemilih dilakukan dengan cara, antara
lain, menempelkannya pada sarana pengumuman di kantor
perwakilan Republik Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan
cara, antara lain menempelkannya pada sarana
pengumuman kantor perwakilan Republik Indonesia.
Huruf h . . .
- 41 -
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman hasil penghitungan suara dilakukan dengan
cara, antara lain, menempelkannya pada TPSLN dan/atau
lingkungan TPSLN.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f . . .
- 42 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 43 -
Huruf g
Cacat tubuh tidak termasuk kategori tidak sehat jasmani
dan rohani.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Orang yang dipidana penjara karena alasan politik
dikecualikan dari ketentuan ini.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan ”Pemerintah” adalah Presiden, yang
dalam pelaksanaan konsultasi tersebut, Presiden dapat
menunjuk Menteri Dalam Negeri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut sesuai dengan keahlian
yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (8) . . .
- 44 -
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan ”sesuai dengan kebutuhan” adalah
berkaitan dengan jumlah pakar/ahli dan keahlian yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja KPU serta
membantu pelaksanaan tugas dan fungsi KPU secara
profesional.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut sesuai dengan keahlian
yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 45 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut sesuai dengan keahlian
yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67 . . .
- 46 -
Pasal 67
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”memberikan bantuan hukum”
adalah memberikan bantuan hukum kepada KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam
melaksanakan tugasnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69 . . .
- 47 -
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan
kampanye”, terutama mengenai bentuk dan
materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye,
serta dana kampanye;
Angka 6 . . .
- 48 -
Angka 6
Yang dimaksud dengan “perlengkapan Pemilu”,
terutama mengenai surat suara, kotak suara,
tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada KPU
untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan
mengenai masalah teknis dan administratif yang
berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu
oleh penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang
dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 49 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan
kampanye”, terutama mengenai bentuk dan
materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye,
serta dana kampanye.
Angka 6 . . .
- 50 -
Angka 6
Yang dimaksud dengan “perlengkapan Pemilu”,
terutama mengenai surat suara, kotak suara,
tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada
Panwaslu Provinsi untuk ditindaklanjuti, antara lain
temuan dan laporan mengenai masalah teknis dan
administratif yang berkaitan dengan tahapan
penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu
serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 51 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan
kampanye”, terutama mengenai bentuk dan
materi kampanye, waktu dan jadwal kampanye,
serta dana kampanye.
Angka 6
Yang dimaksud dengan “perlengkapan Pemilu”,
terutama mengenai surat suara, kotak suara,
tinta, dan segel.
Angka 7 . . .
- 52 -
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada
Panwaslu Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti,
antara lain temuan dan laporan mengenai masalah
teknis dan administratif yang berkaitan dengan
tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta
Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 53 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”,
terutama mengenai bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan “perlengkapan Pemilu”,
terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan
segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7 . . .
- 54 -
Angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPK untuk
ditindaklanjuti, antara lain temuan dan laporan mengenai
masalah teknis dan administratif yang berkaitan dengan
tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu
serta pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”,
terutama mengenai bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 3 . . .
- 55 -
Angka 3
Yang dimaksud dengan “perlengkapan Pemilu”,
terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan
segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPS dan
KPPS untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan
laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang
berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh
penyelenggara Pemilu serta pelanggaran yang dilakukan
oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g . . .
- 56 -
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kampanye”,
terutama mengenai bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye, serta dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan “perlengkapan Pemilu”,
terutama mengenai surat suara, kotak suara, tinta, dan
segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 57 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampaikan kepada PPLN dan
KPPSLN untuk ditindaklanjuti, antara lain temuan dan
laporan mengenai masalah teknis dan administratif yang
berkaitan dengan tahapan penyelenggaraan Pemilu serta
pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
- 58 -
Huruf e
Yang dimaksud dengan memiliki pengetahuan dan keahlian
di bidang yang berkaitan dengan pengawasan, antara lain
memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang penegakan
hukum.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cacat tubuh tidak termasuk kategori tidak sehat jasmani
dan rohani.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Orang yang dipidana penjara karena alasan politik
dikecualikan dari ketentuan ini.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 59 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”unsur profesional” adalah unsur
organisasi profesi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”melibatkan partisipasi masyarakat”
adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
menyampaikan tanggapan dan masukan secara tertulis
terhadap calon anggota Bawaslu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pengumuman dalam media massa elektronik
mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio
Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita
Nasional Antara.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 60 -
Huruf c
”Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja” dalam
ketentuan ini sudah termasuk waktu untuk
melengkapi persyaratan administrasi.
Huruf d
Pengumuman dalam media massa elektronik
mengutamakan Televisi Republik Indonesia, Radio
Republik Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita
Nasional Antara.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa cetak harian
nasional dan media massa elektronik harus
dicantumkan alamat Sekretariat Tim Seleksi serta
permintaan Tim Seleksi kepada masyarakat untuk
memberikan tanggapan terhadap bakal calon anggota
Bawaslu dan tanggapan harus disertai identitas diri
pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini berkaitan dengan
materi penyelenggaraan Pemilu dan manajemennya,
sistem politik, peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan bidang politik, integritas diri
termasuk klarifikasi atas tanggapan masyarakat yang
disampaikan dengan identitas yang jelas.
Huruf h
Penyampaian nama bakal calon anggota Bawaslu dari
Tim Seleksi kepada KPU disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap bakal
calon anggota Bawaslu.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90 . . .
- 61 -
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh Dewan Perwakilan
Rakyat disusun dalam urutan peringkat 1 (satu) sampai
dengan peringkat 15 (lima belas).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99 . . .
- 62 -
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ”tidak dapat melaksanakan
tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap”
adalah menderita sakit, baik fisik maupun jiwanya,
yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter,
dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 63 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “keputusan pemberhentian” adalah
keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota
Bawaslu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Selama anggota Bawaslu diberhentikan sementara segala
hak keuangannya tetap diberikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 103 . . .
- 64 -
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Tenaga profesional lain yang direkrut sesuai dengan
keahlian yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 109 . . .
- 65 -
Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Tenaga profesional lain yang direkrut sesuai dengan
keahlian yang dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak lain” dalam ketentuan ini
adalah pihak yang mempunyai kompetensi untuk
menyusun kode etik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 111 . . .
- 66 -
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “3 (tiga) orang anggota KPU” adalah
anggota KPU yang tidak diadukan melanggar kode etik.
Yang dimaksud dengan “2 (dua) orang dari luar anggota
KPU” adalah tokoh masyarakat atau akademisi yang
memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 67 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “2 (dua) orang anggota KPU
Provinsi” adalah anggota KPU Provinsi yang tidak diadukan
dan/atau dilaporkan melanggar kode etik.
Yang dimaksud dengan “1 (satu) orang dari luar anggota
KPU Provinsi” adalah tokoh masyarakat atau akademisi
yang memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “2 (dua) orang anggota Bawaslu”
adalah anggota Bawaslu yang tidak diadukan/dilaporkan
melanggar kode etik.
Yang dimaksud dengan “2 (dua) orang dari luar anggota
KPU dan Bawaslu” adalah tokoh masyarakat atau
akademisi yang memiliki integritas.
Ayat (4) . . .
- 68 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden yang diajukan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN yang
dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal KPU termasuk
anggaran kesekretariatan.
Ayat (4)
Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden yang diajukan oleh Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu . . .
- 69 -
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar
Negeri yang dikoordinasikan oleh Kepala Sekretariat
Bawaslu termasuk anggaran kesekretariatan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 115
Pencairan anggaran yang dimaksud dalam ketentuan ini
mengikuti persyaratan yang dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan bidang keuangan negara.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125 . . .
- 70 -
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4721