Selasa, 01 Januari 2008

Pesantren Jadi Ujung Tombak Penanggulangan Kemiskinan
Kategori: Aktifitas Menteri (21 kali dibaca)


Minggu, 21 Oktober 2007

TEMPO Interaktif, Martapura: Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Lukman Edy mengungkapkan, ke depan kalangan pondok pesantren (Pontren) yang jumlahnya sangat besar bisa menjadi ujung tombak dalam penanggulangan kemiskinan.

Dewasa ini, kata dia, jumlah penduduk Indonesia yang tergolong miskin mencapai 40 juta jiwa. Sebagian besar dari mereka tinggal di pedesaan dan lebih dari 43 persen dari 70 ribu desa di Indonesia merupakan daerah tertinggal.

Karena itu, untuk mengentaskan kemiskinan yang mencapai 40 juta jiwa tersebut, diharapkan kalangan pesantren hendaknya bisa menggalang solidaritas umat yang ada di pontren untuk memberdayakan sumber daya yang dimiliki terutama yang ada di sekililingnya.

"Kalangan pesantren diharapkan memberikan solusi yang konkret bagi pemerintah dalam mengatasi permasalahan bangsa dan negara tersebut," kata dia saat memberi sambutan pada haulan para aulia Allah SWT dan reuni akbar alumni Pondok Pesantren "Bustanul Ulum", Jrangoan, Sampang, Madura di Kabupaten Banjar, Ahad.

"Kita berkewajiban melawan kemiskinan dengan melakukan jihad, karena sebagian besar dari masyarakat miskin tersebut merupakan pemeluk agama Islam," katanya.

Selain itu, kata Lukman Edy, pesantren diharapkan menjadi filar bangsa yang menjadi benteng strategis dalam memerangi kemerosotan moral bangsa. Khaidir Rahman
Hampir Separuh Desa di Jabar Tertinggal

BANDUNG, (PR).-
Ketertinggalan beberapa daerah di Indonesia, baik dari segi infrastruktur, sumber daya, maupun aksesibilitas, tidak hanya terjadi di kawasan timur Indonesia. Kenyataan memprihatinkan tersebut merupakan potret yang juga berlangsung di seluruh wilayah tanah air.
MENTERI Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Saifullah Yusuf (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat berkunjung ke kantor Redaksi "PR" Jln. Soekarno-Hatta 147 Bandung, Rabu (15/11). Syaifullah diterima Pemimpin Umum ”Pikiran Rakyat” H. Syafik Umar (kanan).*M. GELORA SAPTA/"PR"

Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Syaifullah Yusuf mengungkapkan hal itu pada kunjungan ke Redaksi Pikiran Rakyat Jln. Soekarno-Hatta 147 Bandung, Rabu (15/11). Menteri yang akrab disapa Gus Ipul itu diterima Direktur Utama PT Pikiran Rakyat Bandung (PT PRB)/Pemimpin Umum Pikiran Rakyat H. Syafik Umar, Pemimpin Redaksi II H. Widodo Asmowiyoto, para redaktur, dan wartawan.

Sebelumnya, Syaifullah Yusuf juga berkunjung ke Gedung Sate dan diterima Wakil Gubernur Nu’man Abdul Hakim. Dia pun mengunjungi Desa Mekarjaya, Kec. Arjasari, Kab. Bandung.

Di hadapan para pejabat Pemprov Jabar dan beberapa bupati/wali kota di Jabar, Syaifullah memaparkan rekapitulasi desa tertinggal di Jabar yang mencapai 2.107 dari 5.808 desa di provinsi ini. Rekapitulasi dari Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu, terbuka untuk dikritisi dan direvisi oleh para pejabat di daerah.

Di hadapan unsur redaksi “PR”, Syaifullah Yusuf mengatakan, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia yang dijabat Manuel Kaisiepo.

“Tapi, setelah lima tahun, kemudian kita melihat dan menyadari bahwa ketertinggalan dan kesenjangan pembangunan itu tidak melulu di kawasan timur Indonesia. Disparitas merupakan kenyataan yang terjadi hampir di seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Dikatakan Gus Ipul, umumnya daerah-daerah tertinggal itu berada di wilayah yang terisolasi. “Dengan kata lain sulit dijangkau, kemudian di wilayah-wilayah perbatasan atau pulau-pulau terluar. Kebanyakan memang disebabkan kondisi geografis, mengapa sebuah daerah menjadi tertinggal.”

Desa tertinggal

Di Gedung Sate, Syaifullah mengungkapkan data hasil perhitungan yang dilakukan kementerian yang dipimpinnya. Dari jumlah 5.808 desa di Jabar, sebanyak 36,28 persen atau 2.107 desa dikategorikan tertinggal. Desa yang dinilai maju berjumlah 3.701 (63,72 persen). Sementara dari 25 kota/kabupaten di Jabar, dua daerah dikategorikan tertinggal yakni Kab. Sukabumi dan Kab. Garut. Sisanya termasuk kategori daerah tidak tertinggal (lihat tabel).

Di Kab. Sukabumi, dari 343 desa, 224 atau 65,31 persen di antaranya masuk kategori tertinggal dan hanya 34,69 persen (119 desa) yang dinilai maju. Di Kab. Garut, dari 419 desa, 56,8 persennya (238) masuk kategori tertinggal. Hanya 43,20 persen (181) desa di kabupaten ini yang dianggap sudah maju.

Menurut Gus Ipul, penetapan desa tertinggal diharapkan mampu memunculkan efisiensi alokasi anggaran di tingkat desa serta menjaga ketep

Indikator yang dijadikan penentuan maju tidaknya sebuah desa dilihat dari empat aspek, yakni penduduk, infrastruktur, sumber daya, dan aksesibilitas. Variabel kependudukan antara lain lapangan usaha penduduk, kepadatan, sampai pada penggunaan listrik.

“Untuk infrastruktur, variabel penentu kemajuan adalah fasilitas pendidikan, kesehatan, sarana komunikasi, dan kondisi jalan utama. Variabel sumber daya, indikatornya ketersediaan air minum, bahan bakar, hingga tenaga medis,” tuturnya.

Variabel aksesibilitas, pihaknya menggunakan indikator keterjangkauan terhadap puskesmas, kemudian pasar permanen, dan pusat pertokoan.

Pembobotan/skoring dari setiap variabel terentang antara 1 sampai 4 berdasarkan persepsi dari pakar. Dari 4 faktor dan 15 variabel, total skor untuk masing-masing desa adalah 52 (maksimum), 27 (minimum), dan 37 (rata-rata).

Untuk skala nasional, jumlah desa berkategori tertinggal mencapai 32.379 (45,86 persen). Dari jumlah itu, 2.745 desa berkategori sangat tertinggal dan 29.634 di antaranya tertinggal.

Prioritas

Di Arjasari, Kab. Bandung, Syaifullah mengingatkan Pemerintah Kabupaten Bandung agar pembangunan desa tertinggal lebih diprioritaskan.

Dikatakan, dari 444 desa dan kelurahan di Kab. Bandung, 125 desa masih dinyatakan sebagai desa tertinggal. Belum lagi dengan jumlah penduduknya yang mencapai 4,2 juta jiwa. Rata-rata berprofesi sebagai buruh dan petani, merupakan jumlah angka yang kritis terhadap kemungkinan akan semakin bertambahnya jumlah desa atau kelurahan tertinggal.

Sementara itu, Bupati Bandung H. Obar Sobarna, S.I.P., membenarkan bahwa 125 desa atau kelurahan masih tertinggal dan 315 desa atau kelurahan dinyatakan sudah maju. "Pada umumnya desa atau kelurahan tertinggal berada di wilayah barat dan selatan, seperti Kec. Rongga, Gununghalu, Cipongkor, Arjasari dan lainnya," ujar Obar.

Ketertinggalan daerah tersebut lebih disebabkan kondisi daerahnya yang sulit dijangkau. Selain masalah topografi, daerah tersebut juga merupakan kawasan rawan bencana dan penduduk yang terpencar serta terpencil. (A-64/A-87)***
Dana Terbatas, Kendala Pembangunan Daerah Tertinggal

31 Agustus 2006 by admin

Ambon (GP-Ansor): Terbatasnya dana yang dialokasikan untuk pembagunan di daerah tertinggal, menjadi kendala kurang berkembangnya pembangunan daerah itu. Jalan keluarnya, diperlukan keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat agar mempercepat pengentasan dari keterbelakangan.

Keuangan negara yang terbatas membuat pembangunan di daerah tertinggal kurang berkembang. Untuk mempercepat pembangunan diperlukan kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang berpihak kepada kepentingan masyarakat di daerah tertinggal.

“Pembangunan daerah tertinggal terkendala oleh keuangan negara yang memang terbatas. Oleh karena itu, pelibatan dan pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal sangat diperlukan untuk mempercepat pengentasan daerah mereka dari keterbelakangan,” kata Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Saifullah Yusuf di Ambon, Maluku, Rabu (30/8).

Sekalipun demikian, Saifullah membantah jika pembangunan di daerah tertinggal lambat. Saifullah mengatakan, upaya yang dilakukan bupati dan gubernur yang memiliki daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan di daerah tersebut sangat besar. Presiden pun memiliki komitmen kuat untuk membangun daerah tertinggal.

Selanjutnya, Saifullah menjelaskan, Pembangunan daerah tertinggal di Indonesia diprioritaskan pada tiga aspek, yaitu pembangunan infrastruktur perhubungan, pengembangan ekonomi lokal, serta pemberdayaan masyarakat. Salah satu sumber pendanaan yang dapat digalang untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal adalah dengan pendekatan gagasan provinsi kepulauan.

Dikemukakan Menneg PDT yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, bahwa dalam gagasan provinsi kepulauan, luas wilayah laut menjadi salah satu penentu besaran dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

Berdasarkan kondisi yang demikian, maka jumlah dana untuk pembangunan daerah tertinggal, terutama yang ada di pulau-pulau terpencil, akan lebih besar. “Ini salah satu cara untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada daerah tertinggal,” tambah Saifullah.
Lebih jauh, Saifullah mengungkapkan, Gagasan provinsi kepulauan digalang tujuh provinsi yang sebagian besar wilayahnya berupa pulau-pulau dikelilingi lautan. Ketujuh provinsi tersebut adalah Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau.

Pada kesempatan itu, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu menyatakan, belum dapat dipastikan besarnya tambahan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, terutama jika gagasan provinsi kepulauan diterima. Sebab penambahan dana tersebut masih dibahas pemerintah dari tujuh provinsi kepulauan bersama pemerintah pusat. (Kcm/hw)

Comments are closed.
#

* Agenda
* Berita
Hampir Separuh Desa di Jabar Tertinggal

BANDUNG, (PR).-
Ketertinggalan beberapa daerah di Indonesia, baik dari segi infrastruktur, sumber daya, maupun aksesibilitas, tidak hanya terjadi di kawasan timur Indonesia. Kenyataan memprihatinkan tersebut merupakan potret yang juga berlangsung di seluruh wilayah tanah air.
MENTERI Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Saifullah Yusuf (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat berkunjung ke kantor Redaksi "PR" Jln. Soekarno-Hatta 147 Bandung, Rabu (15/11). Syaifullah diterima Pemimpin Umum ”Pikiran Rakyat” H. Syafik Umar (kanan).*M. GELORA SAPTA/"PR"

Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Syaifullah Yusuf mengungkapkan hal itu pada kunjungan ke Redaksi Pikiran Rakyat Jln. Soekarno-Hatta 147 Bandung, Rabu (15/11). Menteri yang akrab disapa Gus Ipul itu diterima Direktur Utama PT Pikiran Rakyat Bandung (PT PRB)/Pemimpin Umum Pikiran Rakyat H. Syafik Umar, Pemimpin Redaksi II H. Widodo Asmowiyoto, para redaktur, dan wartawan.

Sebelumnya, Syaifullah Yusuf juga berkunjung ke Gedung Sate dan diterima Wakil Gubernur Nu’man Abdul Hakim. Dia pun mengunjungi Desa Mekarjaya, Kec. Arjasari, Kab. Bandung.

Di hadapan para pejabat Pemprov Jabar dan beberapa bupati/wali kota di Jabar, Syaifullah memaparkan rekapitulasi desa tertinggal di Jabar yang mencapai 2.107 dari 5.808 desa di provinsi ini. Rekapitulasi dari Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu, terbuka untuk dikritisi dan direvisi oleh para pejabat di daerah.

Di hadapan unsur redaksi “PR”, Syaifullah Yusuf mengatakan, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia yang dijabat Manuel Kaisiepo.

“Tapi, setelah lima tahun, kemudian kita melihat dan menyadari bahwa ketertinggalan dan kesenjangan pembangunan itu tidak melulu di kawasan timur Indonesia. Disparitas merupakan kenyataan yang terjadi hampir di seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Dikatakan Gus Ipul, umumnya daerah-daerah tertinggal itu berada di wilayah yang terisolasi. “Dengan kata lain sulit dijangkau, kemudian di wilayah-wilayah perbatasan atau pulau-pulau terluar. Kebanyakan memang disebabkan kondisi geografis, mengapa sebuah daerah menjadi tertinggal.”

Desa tertinggal

Di Gedung Sate, Syaifullah mengungkapkan data hasil perhitungan yang dilakukan kementerian yang dipimpinnya. Dari jumlah 5.808 desa di Jabar, sebanyak 36,28 persen atau 2.107 desa dikategorikan tertinggal. Desa yang dinilai maju berjumlah 3.701 (63,72 persen). Sementara dari 25 kota/kabupaten di Jabar, dua daerah dikategorikan tertinggal yakni Kab. Sukabumi dan Kab. Garut. Sisanya termasuk kategori daerah tidak tertinggal (lihat tabel).

Di Kab. Sukabumi, dari 343 desa, 224 atau 65,31 persen di antaranya masuk kategori tertinggal dan hanya 34,69 persen (119 desa) yang dinilai maju. Di Kab. Garut, dari 419 desa, 56,8 persennya (238) masuk kategori tertinggal. Hanya 43,20 persen (181) desa di kabupaten ini yang dianggap sudah maju.

Menurut Gus Ipul, penetapan desa tertinggal diharapkan mampu memunculkan efisiensi alokasi anggaran di tingkat desa serta menjaga ketep

Indikator yang dijadikan penentuan maju tidaknya sebuah desa dilihat dari empat aspek, yakni penduduk, infrastruktur, sumber daya, dan aksesibilitas. Variabel kependudukan antara lain lapangan usaha penduduk, kepadatan, sampai pada penggunaan listrik.

“Untuk infrastruktur, variabel penentu kemajuan adalah fasilitas pendidikan, kesehatan, sarana komunikasi, dan kondisi jalan utama. Variabel sumber daya, indikatornya ketersediaan air minum, bahan bakar, hingga tenaga medis,” tuturnya.

Variabel aksesibilitas, pihaknya menggunakan indikator keterjangkauan terhadap puskesmas, kemudian pasar permanen, dan pusat pertokoan.

Pembobotan/skoring dari setiap variabel terentang antara 1 sampai 4 berdasarkan persepsi dari pakar. Dari 4 faktor dan 15 variabel, total skor untuk masing-masing desa adalah 52 (maksimum), 27 (minimum), dan 37 (rata-rata).

Untuk skala nasional, jumlah desa berkategori tertinggal mencapai 32.379 (45,86 persen). Dari jumlah itu, 2.745 desa berkategori sangat tertinggal dan 29.634 di antaranya tertinggal.

Prioritas

Di Arjasari, Kab. Bandung, Syaifullah mengingatkan Pemerintah Kabupaten Bandung agar pembangunan desa tertinggal lebih diprioritaskan.

Dikatakan, dari 444 desa dan kelurahan di Kab. Bandung, 125 desa masih dinyatakan sebagai desa tertinggal. Belum lagi dengan jumlah penduduknya yang mencapai 4,2 juta jiwa. Rata-rata berprofesi sebagai buruh dan petani, merupakan jumlah angka yang kritis terhadap kemungkinan akan semakin bertambahnya jumlah desa atau kelurahan tertinggal.

Sementara itu, Bupati Bandung H. Obar Sobarna, S.I.P., membenarkan bahwa 125 desa atau kelurahan masih tertinggal dan 315 desa atau kelurahan dinyatakan sudah maju. "Pada umumnya desa atau kelurahan tertinggal berada di wilayah barat dan selatan, seperti Kec. Rongga, Gununghalu, Cipongkor, Arjasari dan lainnya," ujar Obar.

Ketertinggalan daerah tersebut lebih disebabkan kondisi daerahnya yang sulit dijangkau. Selain masalah topografi, daerah tersebut juga merupakan kawasan rawan bencana dan penduduk yang terpencar serta terpencil. (A-64/A-87)***
Entas Kemiskinan dengan Program Peningkatan Ekonomi Rakyat
Ruang Sidang Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya, Wednesday, 05 December 2007

Entas Kemiskinan dengan Program Peningkatan Ekonomi Rakyat

IAIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (5/12) di ruang Sidang Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya, tepat pukul 11.30 WIB menandatangi naskah kesepahaman dengan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.

”Penandatanganan Naskah Kesepahaman (MoU) merupakan perpanjangan dari kerjasama sebelumnya yaitu pada saat Menteri PDT RI dijabat oleh Drs. H. Syaifullah Yusuf. Penandatanganan ini merupakan bentuk kepedulian Riil IAIN Sunan Ampel terhadap permasalahan yang dialami Daerah Tertinggal. Implementasi dari MoU ini secara teknis ditangani oleh Pusat Studi Pemberdayaan dan pengembangan Masyarakat (PSP2M) IAIN Sunan Ampel Surabaya,” ),”demikian A. Halim, Tim PSP2M IAIN Sunan Ampel Surabaya menjelaskan.

Acara diawali dengan Rapat Koordinasi dalam Rangka Monitoring dan Evaluasi ”Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Potensi dan Kearifan Lokal dengan Pendekatan Religiusitas dan Berorientasi Lingkungan”. Paparan Pertama adalah Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Lempemas) Desa Sukokidul Kec. Pule Kab. Trenggalek bertajuk Pemberdayaan Ekonomi Berpusat Pada Lembaga Komunitas dan Pondok Pesantren Secara terintegrasi dan Berimbang. Paparan Kedua, Lempemas Desa Sumberkalong Kec. Wonosari kab. Bondowoso tentang Pemberdayaan Ekonomi Berpusat pada Masyarakat dengan Spirit Pesantren sedangkan Paparan ketiga adalah Lempemas Desa Sanalaok Kec.Waru Kab. Pamekasan, ”Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berpusat pada Pondok Pesantren.

Pembagunan diartikan sebagai gerakan mengubah dan memobilisasi lingkungan sehingga kondusif bagi terciptanya manyarakat mandiri yang bebas dari eksploitasi untuk mengangkat harkat martabat manusia, jelas Moh. Ali Aziz, Direktur Pascasarjana saat memberikan tanggapan tentang indikator capaian program dalam rangka penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan Lempamas.

Pembacaan Nota Kesepahan oleh Syaiful Anam, Pembantu Rektor Bagian Kerjasama, dilanjutkan dengan Prosesi Penandatanganan Naskah Kesepahaman yang tandatangani oleh Ir. H.M Lukman Edy, M.Si (Menteri Negara Pembagunan Daerah Tertinggal) dengan Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya. Kegiatan kerjasama yang terimplementasikan dengan penandatangan kesepahaman ini memiliki tujuan sebagai alih rekayasa sosial dan ilmu pengetahuan yang relevan tercapainya penguatan dan pembagunan masyarakat daerah tertinggal melalui penelitian, pemetaan potensi dan aksi pemberdayaan masyakat daerah tertinggal.

Usai penanda tangan acara dilanjutkan dengan Studium General. Sebagai Key Note Speaker adalah Ir. H.M. Lukman Edy, M.Si (Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal), dengan materi Mengedepankan Pemihakan pada Program pemberdayaan masyarakat Tertinggal dan Miskin. Dosen tamu pada kuliah umum adalah Sekdaprof Jatim, Dr. H. Soekarwo, S.H, M.Si dengan materi Mengembangkan Kapasitas Diri dalam Pembangunan Masyarakat Daerah Tertinggal di Jawa Timur (Tantangan dan Peluang bagi Alumni IAIN)

Kegiatan yang selama ini delaksanakan berupa kajian dan pemetaan potensi masyarakat, pelatihan dan pembelajaran masyarakat dan pemdampingan di berbagai bidang, lokakarya pengembangan SDM dan penerbitan buku. Bidang pendampingan yang dimaksud adalah pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia, ekonomi masyarakat pedesaan berbasis potensi local, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pemukiman dan wilayah, pengembangan Kelembagaan Sosial dan Keagamaan dan pengembangan Jaringan Informasi dan Komunikasi. (e)
21 Nopember 2007
KPDT Butuh Jaringan NU

KEMENTERIAN Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) merasa membutuhkan NU sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia. Karena itu, kementerian yang dibentuk pada pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu itu akan memanfaatkan jaringan luas yang dimiliki NU untuk menyukseskan program kerjanya. “Sebenarnya, melalui MoU ini, yang lebih banyak mengambil keuntungan bukan NU, tapi Kementerian PDT. Karena NU memiliki jaringan luas seluruh Indonesia. Makanya, kita akan ‘memanfaatkan’, memaksimalkan peran NU melalui program ini,” kata Menteri Negara PDT, Lukman Edy.
Lukman mengakui, tugas yang ia emban cukup berat. Terdapat 199 kabupaten di Indonesia yang tergolong sebagai daerah tertinggal. Sebagai kementerian negara, pihaknya tak akan mampu berbuat banyak tanpa bantuan dan dukungan dari unsur-unsur di dalam masyarakat sendiri. Pasalnya, kementerian yang ia pimpin tidak memiliki kantor dinas sebagaimana departemen lainnya.
Apalagi, tambahnya, saat ini, kewenangan KPDT semakin diperluas meliputi, di antaranya, pengembangan perekonomian lokal dan pembangunan infrastruktur di pedesaan. Sementara, kemampuan yang dimiliki untuk menjalankan potensi-potensi lokal itu hanya sebatas 20 persen. “Selebihnya, untuk menggerakkan potensi-potensi lokal itu, ya masyarakat sendiri. Nah, kekuatan NU yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sampai tingkat paling bawah sekalipun, sayang kalau tidak dimanfaatkan,” terang Lukman yang juga mantan sekretaris jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Menteri termuda Kabinet Indonesia Bersatu itu mengatakan, sebelumnya, pihaknya sudah melakukan kerja sama dengan sejumlah sejumlah lembaga dan badan otonom yang berada di bawah naungan PBNU, seperti Lembaga Perekonomian NU, Muslimat NU dan Fatayat NU. “Penandatanganan MoU ini merupakan payung hukum dari PBNU. Selanjutnya, lembaga-lembaga dan badan otonom di bawah NU dapat bekerja bersama-sama dengan deputi-deputi yang ada. Tapi, mungkin, kebanyakan akan banyak bersentuhan dengan sosial dan ekonomi,” terang Lukman. (amh)
esantren Jadi Ujung Tombak Penanggulangan Kemiskinan
Minggu, 21 Oktober 2007 | 19:31 WIB

TEMPO Interaktif, Martapura: Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Lukman Edy mengungkapkan, ke depan kalangan pondok pesantren (Pontren) yang jumlahnya sangat besar bisa menjadi ujung tombak dalam penanggulangan kemiskinan.

Dewasa ini, kata dia, jumlah penduduk Indonesia yang tergolong miskin mencapai 40 juta jiwa. Sebagian besar dari mereka tinggal di pedesaan dan lebih dari 43 persen dari 70 ribu desa di Indonesia merupakan daerah tertinggal.

Karena itu, untuk mengentaskan kemiskinan yang mencapai 40 juta jiwa tersebut, diharapkan kalangan pesantren hendaknya bisa menggalang solidaritas umat yang ada di pontren untuk memberdayakan sumber daya yang dimiliki terutama yang ada di sekililingnya.

"Kalangan pesantren diharapkan memberikan solusi yang konkret bagi pemerintah dalam mengatasi permasalahan bangsa dan negara tersebut," kata dia saat memberi sambutan pada haulan para aulia Allah SWT dan reuni akbar alumni Pondok Pesantren "Bustanul Ulum", Jrangoan, Sampang, Madura di Kabupaten Banjar, Ahad.

"Kita berkewajiban melawan kemiskinan dengan melakukan jihad, karena sebagian besar dari masyarakat miskin tersebut merupakan pemeluk agama Islam," katanya.

Selain itu, kata Lukman Edy, pesantren diharapkan menjadi filar bangsa yang menjadi benteng strategis dalam memerangi kemerosotan moral bangsa. Khaidir Rahman
Santri Pun Tak Ingin, Dibilang Gaptek

Sejumlah pondok pesantren makin menggiatkan penggunaan TI untuk mendukung proses belajar mengajar. Website pun telah digunakan sebagai media informasi. Sayang, jumlah komputer masih jauh tertinggal dibandingkan jumlah santri maupun santriwati. Belum lagi, kendala SDM dan dana.

Sudah satu pekan Akmal Fadri bingung. Pasalnya anak-nya yang baru lulus SMP ingin menimba ilmu di pondok pesantren. Padahal pria berusia 50 tahun ini "buta" soal pondok pesantren. Ia tidak tahu, anaknya hendak dirujuk ke mana mengingat informasi yang dimilikinya tentang keberadaan pesantren terbilang minim. Maklum saja, ayah lima anak ini tinggal di pelosok, yakni sebuah desa di Kabupaten Batu Sangkar, Sumatera Barat. Syukurnya, salah-satu kerabatnya yang tinggal di Surabaya mem-beritahu agar ia membuka situs www.gontor.co.id.

Tidak ingin membuang waktu, dengan mengendarai sepeda motor bututnya, pria yang sehari-seharinya ber-profesi sebagai guru SD itu meluncur ke salah-satu jasa pelayanan internet di kota Batu Sangkar. Dibantu pemilik warnet, ia menelusuri fitur-fitur di website Gontor. Merasa cukup mendapat informasi yang dicari, ia bergegas pulang. Beberapa minggu berselang, anaknya sudah tercatat sebagai salah-satu santri di Pondok Gontor, Jawa Timur.

Akmal adalah satu contoh, yang bisa mendapatkan manfaat dari adanya website yang kini banyak dimiliki oleh pesantren. Era teknologi informasi telah membuat sejumlah pondok pesantren men-jadikan situs sebagai salah-satu media informasi. Sejalan dengan itu, pimpinan sejumlah pondok pesatren mulai sadar bahwa para santri tak boleh menyandang gelar “gaptek.” Toh pada akhirnya, usai menimba ilmu di pesantren, mereka akan terjun ke masyarakat dan TI telah digunakan sebagai salah-satu tools.

Sarana TI
Salah-satu pesantren yang sudah lama memiliki fasilitas TI adalah Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang. Pondok milik keluarga KH Hasyim Asy’ari itu menggunakan komputer sejak 1985. Sejalan dengan itu, Pesantren Tebu Ireng melengkapi fasilitas belajar dengan membangun laboratorium komputer. “Secara bertahap kami mulai memperkenalkan berbagai aplikasi komputer termasuk internet,” ujar Irvan Yusuf, sekretaris Pondok Pesantren Tebu Ireng. Komputerisasi yang dilakukan pesantren yang beralamat di Jln. Irian Jaya No. 10, Tebu Ireng, Jombang ini adalah membuat semua data mengenai santri, alamat orangtua, rentang waktu studi santri berikut pembayaran, dan semua sudah terintegrasi. “Khusus pembayaran, kami bekerja sama dengan BCA dengan sistem e-banking secara online,” imbuh Irvan.

Pentingnya penguasaan teknologi oleh santri juga disadari oleh pengurus Pondok Pesantren Putri Al Mawaddah, Ponorogo. Pesantren putri yang masih ada hubungannya dengan Pesantren Gontor itu, sejak 1991 telah memberikan pelajaran mengenai komputer. “Komitmen dari pimpinan bahwa santriwati Al Mawaddah tidak boleh gagap teknologi,” ujar general secretary Pesantren Putri Al Mawaddah, Zaenal Arif Fachruddin. Wujudnya, saat santriwati duduk di bangku kelas 4, kelas 5, dan kelas 6, mereka wajib mengikuti kursus komputer.

Untuk mensosialisasikan program TI di Al Mawaddah, dalam setahun dikucurkan anggaran sekitar Rp 200 juta. Boleh dibilang angka tersebut berada di atas anggaran TI di Kabupaten Ponorogo dan Pacitan. Meski demikian angka sebesar itu, menurut Zaenal, masih kurang. Anggaran itu, salah-satunya digunakan untuk mengelola web www.almawaddah.net. Web ini dikelola oleh tenaga khusus sehingga website benar-benar berfungsi sebagai sarana komunikasi antar santri, wali santri, dan masyarakat. Misalnya jika wali santri ingin mengetahui prestasi dan perkembangan anaknya, mereka bisa melihat website. “Jadi tidak perlu lagi datang ke Ponorogo. Mereka cukup mengakses dari rumah atau penyedia jasa internet dan password-nya adalah nomor induk santri,” papar Zaenal lagi. Untuk mengikuti dinamika pendidikan santriwati, maka data di-up date setiap minggu.

Sementara itu, manajemen Pondok Pesantren Tremas Pacitan menargetkan santri bisa mengoperasikan kom-puter. Adapun penggunaan komputer sudah dilakukan empat tahun terakhir di masing-masing lembaga, khusus-nya pelayanan administrasi. Nah, dua tahun terakhir setiap santri diberi kebebasan untuk menggunakan kom-puter dan internet baik untuk administrasi, berorganisasi, atau sebatas berkomunikasi dengan pihak luar.

Kunjungan Presiden Soesilo Bambang Yudhono ke Pacitan belum lama ini, memberi berkah tersendiri bagi Pondok Pesantren Tremas. Saat itu, orang nomor satu di republik ini menyempatkan diri bersilaturahmi dengan alumni dan pengurus Tremas. Dalam kesempatan tersebut, sebanyak 16 komputer disumbangkan ke pondok ini. Menurut Sekretaris Pondok Pesantren Tremas Pacitan, Jamaluddin Al Ghozi, bantuan tersebut merupakan hasil kerja sama antara Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal sebagai salah-satu program untuk mengurangi kesenjangan TI di daerah tertinggal.

Dipilihnya Tremas sebagai lembaga yang berhak mendapat bantuan tak luput dari peran alumninya. Musa Asy’arie yang pernah menimba ilmu di Tremas kini tercatat sebagai staf ahli Menkominfo. “Proses pemberian bantuan juga cepat,” tutur Al Ghozi. Sebagai ungkapan terima kasih, SBY dan Musa didapuk sebagai Majelis Penasehat dalam Kepengurusan Ikatan Alumni Perguruan Islam Pondok Tremas (IAPT) periode 2006-2011.

Ketika e-Indonesia bertandang ke laboratorium komputer Pondok Pesantren Tremas yang berada di gedung lantai 2, terlihat deretan komputer baru. Al Ghozie menuturkan jaringan yang digunakan berasal dari PT Sampurna Teknologi Indonesia (STI), sementara pengadaan komputer dari Qualcomm. Vendor lain yakni Microsoft turut adil dalam penyediaan software dan pelatihan. “Alhamdulillah ada 16 tenaga yang dididik oleh Microsoft sebagai trainer,” ucap pria kelahiran Probolinggo, 9 September 1979 ini.

Penerapan teknologi pun juga dilakukan di Pondok Pesantren Gontor. Sebagai pesantren yang memiliki nama besar, Gontor memfasilitasi santrinya yang berminat untuk mempelajari ilmu komputer dan internet. Nyatanya, dari pendidikan ekstra kurikuler, respon dari para santri cukup bagus. Untuk lengkapnya baca di majalah.

Lengkapnya baca di Majalah.
Kementerian PDT Bersinergi dengan PBNU
Rabu, 21 November 2007 13:43:40

[CyberPMII, Jakarta] Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) merasa membutuhkan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia. Karena itu, Selasa (20/11) kemarin, kementerian yang dibentuk untuk memajukan daerah tertinggal itu menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan PBNU di gedung PBNU, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat.

MoU yang ditandatangani oleh Menteri Lukman Edy dan Ketua Umum PBNU itu meliputi program pemberdayaan ekonomi lokal, pelatihan dan pendampingan masyarakat
di daerah tertinggal. Dengan kerjasama tersebut,Kementerian PDT berharap program pemerintah bisa berjalan lancar.

“Sebenarnya, melalui MoU ini, yang lebih banyak mengambil keuntungan bukan NU, tapi Kementerian PDT. Karena NU memiliki jaringan luas seluruh Indonesia. Makanya, kita akan ‘memanfaatkan’, memaksimalkan peran NU melalui program ini,” katanya kepada wartawan.

Lukman mengakui, tugas yang ia emban cukup berat. Sebab, saat ini ada 199 kabupaten di Indonesia yang tergolong sebagai daerah tertinggal. Sebagai kementerian negara, pihaknya tak akan mampu berbuat banyak tanpa bantuan dan dukungan dari unsur-unsur di dalam masyarakat sendiri.

Apalagi, tambahnya, saat ini, kewenangan KPDT semakin diperluas meliputi, di antaranya, pengembangan perekonomian lokal dan pembangunan infrastruktur di pedesaan. Sementara, kemampuan yang dimiliki untuk menjalankan potensi-potensi lokal itu hanya sebatas 20 persen.

“Selebihnya, untuk menggerakkan potensi-potensi lokal itu, ya masyarakat sendiri. Nah, kekuatan NU yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sampai tingkat paling bawah sekalipun, sayang kalau tidak dimanfaatkan,” terangnya

Sebelumnya, kata Lukman, pihaknya sudah melakukan kerjasama dengan sejumlah sejumlah lembaga dan badan otonom yang berada di bawah naungan PBNU, seperti Lembaga Perekonomian NU, Muslimat NU dan Fatayat NU.

“Penandatanganan MoU ini merupakan payung hukum dari PBNU. Selanjutnya, lembaga-lembaga dan badan otonom di bawah NU dapat bekerja bersama-sama dengan
deputi-deputi yang ada. Tapi, mungkin, kebanyakan akan banyak bersentuhan dengan sosial dan ekonomi,” terang Lukman.

Sementara itu, Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi berharapkan Kementerian KPDT turut memberdayakan perekonomian masyarakat miskin, terutama yang berada di pedesaan. Pemberdayaan itu dapat dilakukan dengan memberikan kredit usaha lunak dengan memanfaatkan pula tenaga para santri.

“Seperti halnya para pedagang sayuran di pedesaan yang terlilit utang oleh para lintah darat di desa-desa. Andaikan saja mereka, per orang diberi modal Rp 1 juta, untuk 1000 orang saja kan cuma butuh Rp 1 Miliar. Nah, pelaksanaannya nanti dibantu santri-santri,” katanya.

Kerjasama serupa, katanya, pemerintah dengan pondok pesantren Al-Hikam Malang yang dipimpinnya. Hanya, katanya, program itu baru berjalan pada tingkat mempersiapkan tenaga yang nantinya bisa mengawal program kredit lunak tersebut.

“Kalau program itu dilakukan, mungkin yang akan membutuhkan duit cukup banyak, ya pelatihan kepada para santrinya itu. Tapi, kalau itu sudah bisa dipenuhi, maka program kredit lunak itu akan lebih nyata manfaatnya dari pada harus repot-repot mengundang investor,” terang mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim itu.

Mantan Ketua PWNU Jatim itu yakin usulan yang ia tawarkan itu hanya mampu dijalankan oleh Kementerian PDT. Pasalnya, kementerian atau departemen lainnya tidak memiliki program yang dapat menyentuh perekonomian masyarakat paling bawah, bahkan lembaga perbankan sekalipun.

Namun, tambahnya, program tersebut harus dijalankan dengan sungguh-sungguh, transparan dan bertanggung jawab. Dan, PBNU pun selama ini sudah melakukan hal itu dengan bekerja sama dengan konsultan akuntan publik.“Ini (program kredit lunak, Red) tidak mungkin dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Kalau bank juga susah, karena persoalan administrasi dan juga nilainya yang tergolong tidak banyak,” katanya.(AM Hasan)Ekonomi Picu Kemiskinan
Dikembangkan Singkong Mukibat untuk Bioetanol di Garut

Garut, Kompas - Sekretaris Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Rachmat Tatang Bahrudin mengatakan, setelah 62 tahun Indonesia merdeka, masih banyak daerah di Nusantara yang masuk kategori tertinggal. Faktor ekonomi menjadi penyebab ketertinggalan suatu daerah.

"Ada dua hal yang masih menjadi persoalan utama di daerah. Pertama, kemiskinan. Kedua, kesenjangan ekonomi antarwilayah," kata Tatang pada acara penanaman dan panen singkong mukibat pada demplot di Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Sabtu (24/11).

Tatang menyebutkan, kemiskinan merupakan masalah yang tidak mudah dipecahkan. Sebanyak 17,6 persen penduduk Indonesia tergolong miskin. Bahkan, data Bank Dunia menunjukkan, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 110 juta jiwa.

Kemiskinan itu pun tidak terlepas dari rendahnya potensi ekonomi yang dimiliki daerah. Karena itu, persoalan kesenjangan ekonomi akibat beragamnya potensi daerah menjadi faktor yang ikut memengaruhi ketertinggalan suatu daerah.

Ia mengatakan, Indonesia memiliki 457 kabupaten/kota. Sebanyak 199 di antaranya termasuk daerah tertinggal. Sekitar 43-46 persen dari jumlah itu adalah daerah hasil pemekaran.

Dari potensi alam, menurut Tatang, Kabupaten Garut termasuk daerah subur. Namun, data menunjukkan bahwa Garut tetap termasuk daerah tertinggal. Alasannya, Garut merupakan daerah rawan bencana alam.

Rawan bencana

Sekretaris Daerah Kabupaten Garut Budiman mengemukakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Garut tahun 2004 naik dari 67,30 menjadi 68,70 (tahun 2005), dan setahun kemudian menjadi 69,51. Meski demikian, Garut masih berkategori daerah tertinggal.

Selain itu, akselerasi kenaikan IPM pun terjadi sejak tahun 2002. Percepatan kenaikan IPM Garut tersebut semakin memperkecil selisih dengan IPM Provinsi Jawa Barat.

Pada tahun 2002, IPM Garut berada pada -3 di bawah IPM Jabar. Tiga tahun kemudian, posisinya berubah menjadi -1,2 di bawah IPM Jabar.

Akan tetapi, menurut Budiman, banyak pihak menilai Garut masih tertinggal karena banyaknya kasus rendahnya daya beli dan rawan pangan. "Program pembangunan sangat terkait erat dengan kemampuan pembiayaan daerah. Sementara pada saat bersamaan sangat sulit meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa membe-bani masyarakat," ujar Budiman.

Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat bisa ditempuh dengan mengembangkan potensi ekonomi masyarakat yang ada, misalnya perkebunan.

Pengembangan singkong mukibat untuk bioetanol di Garut selatan yang dilakukan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan PT Perkebunan Nusantara VIII bisa dijadikan salah satu contoh.

Selain menyerap banyak tenaga kerja, kegiatan agroindustri seperti itu memberikan nilai tambah ekonomi bagi petani yang selama ini hanya menjual singkong tanpa mengolahnya terlebih dulu. (adh)
Madura Masih Tertinggal

Tanggal Posting: 11/8/2007

Menteri PDT: 2015 Tak Ada Lagi Desa Miskin
PAMEKASAN-Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Lukman Edi menilai Kabupaten Pamekasan masih tertinggal. Dia beralasan, pertumbuhan ekonomi di Kota Gerbang Salam masih di bawah 6 persen. Namun begitu, Pamekasan akan alami kemajuan.

Lukman menyampakain hal tersebut saat di pesisir Desa Branta Tenggi, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan. Dia datang ke Pamekasan dalam rangka acara pemulihan ekosistem kelautan. Secara simbolis dia menanam mangrove di pesisir yang dilanda abrasi tersebut.

Dikatakan, Indonesia memiliki 199 kabupaten/kota yang tertinggal. 68 persen diantaranya berada di wilayah bagian timur, termasuk Madura.

Dia menjelaskan indikator desa tertinggal dikenali dengan ciri-ciri SDM lemah, banyak pengangguran, pendidikan rendah, dan infrastruktur yang minim. Ciri lainnya, pertumbuhan ekonomi berada antara 4-5 persen "Saya lihat pertumbuhan ekonomi Pamekasan masih di bawah 6 persen," ujarnya.

Menurut Lukman, sebagian besar wilayah di Indonesia terdiri atas lautan. Logikanya, sebagian besar rakyat negeri ini berada di pesisir. Paradoksnya, justru sebagian besar masyarakat pesisir tertinggal. Seharusnya masyarakat pesisirlah yang lebih maju dibanding yang lain. "Tetapi, ini kondisi riil yang dapat kita lihat bersama," paparnya.

Data di kementrian PDT menyebutkan, Pamekasan termasuk yang berinovasi. Buktinya, kata Lukman, status tertinggal Pamekasan setara dengan Bondowoso dan Madiun. Dia bilang ketiga kabupaten tertinggal di Jatim tersebut dijadwalkan pada 2008 naik statusnya menjadi kabupaten maju. Sebaliknya, Lukman menilai ada daerah maju yang akan turun peringkat menjadi tertinggal. "Tahun depan saya ingin Pak Syafii (bupati Pamekasan, Red) bukan pasien PDT lagi," Lukman bercanda.

Sebelumnya, Bupati Achmad Syafii mengakui bahwa daerah yang dipimpinnya belum sepenuhnya maju. Indikatornya dapat dilihat dengan kurangnya air bersih. Khususnya, dia menyebut kawasan pesisir yang kesulitan air bersih setiap kemarau.

Menyikapi hal tersebut, menurut Syafii, pemkab telah berusaha untuk membangun secara bertahap. Diantaranya, pengadaan air bersih dan memerbaiki ekosistem kelautan dengan menanam mangrove untuk antisipasi abrasi.

Pada acara pemulihan ekosistem kelautan ini hadir rombongan dari Pemprov Jatim, jajaran muspida, dan tokoh masyarakat. Selain itu, ratusan massa sekitar juga hadir dan menyaksikan mentri PDT dan pejabat lainnya menanam mangrove.

Selain ke Pamekasan, Lukman juga ke Sampang. Dia kunjungan kerja di Desa Talelah, Kecamatan Camplong, kemarin siang.

Di sela-sela kunjungan itu, dia mengatakan, pada 2015 tidak ada lagi desa miskin di Indonesia. Karena itu, pihaknya mengimbau APBD Sampang dipergunakan sebanyak-banyaknya untuk pembangunan desa tertinggal.

Dijelaskan, selama 2005-2015, pemerintah akan menyiapkan anggaran sebesar Rp 2.400 triliun untuk mengentas daerah tertinggal. Anggaran tersebut berasal dari pemerintah pusat 20 persen, pemerintah provinsi 20 persen, pemerintah kabupaten/kota 20 persen, dan investasi kelompok swasta dan masyarakat 40 persen.

Untuk membantu percepatan pengentasan daerah tertinggal, Kementerian PDT akan memberdayakan pondok pesantren (ponpes) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. "Kami juga akan menjadikan ponpes sebagai tempat pelatihan dan

produksi masyarakat," terang Lukman.

Sebelum meninjau pelaksanaan program pembangunan infratruktur perdesaan (PIPP) di Desa Banjar Talelah, Lukman menyempatkan diri berdialog dengan jajaran kepala dinas, badan, dan kantor di Pendapa Bupati Sampang. Dalam sambutannya, Pj Bupati Sampang Chusnul Arifien Damuri melaporkan, Kabupaten Sampang menempati posisi paling buncit sebagai daerah tertinggal di Jawa Timur.

Kondisi infrastruktur di sebagian besar desa sangat memrihatinkan sekali. "Saat musim hujan, ada jalan desa yang tidak bisa dilalui . Karena itu, dana APBD 2007 dan 2008 akan banyak diarahkan untuk menunjang pembangunan desa tertinggal," ujar asisten Tata Praja Sekprov Jawa Timur ini mantap.

Menurut Kadis Permukiman Wilayah (Kimwil) Drs H M. Syaiful Ramadhan melalui Kepala Satker PIPP Sampang SB Utomo MT, pada 2005 ada 59 desa di Kabupaten Sampang yang mendapat proyek PIPP. Sedangkan pada 2006 ada 91 desa. "Karena di Sampang ada 186 desa/kelurahan, sehingga tinggal 36 desa/kelurahan yang belum mendapatkan proyek PIPP. Insya Allah, pada 2008 semua desa tersebut digrojok PIPP," katanya. (abe/fiq/Radar Madura
Etos Kerja Rendah, Umat Terjebak Kemiskinan

Jakarta, Kompas - Kemiskinan yang dialami sebagian besar umat Islam disebabkan oleh pemahaman nilai dan ajaran agama yang keliru. Kondisi tersebut diperparah dengan buruknya tatanan ekonomi lokal dan global serta ketidakmampuan negara menciptakan lapangan kerja bagi warganya.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi seusai penandatanganan nota kesepahaman "Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Lokal di Daerah Tertinggal" dengan Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) di Kantor PBNU Jakarta, Selasa (20/11).

Umat lebih banyak berdoa dan pasrah untuk memperbaiki kondisi perekonomian, tetapi upaya nyata kurang dilakukan. Rendahnya etos kerja umat ini membuat umat Islam sulit meningkatkan derajat perekonomiannya.

Menneg PPDT M Lukman Edy mengatakan, kerja sama pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal ini dilakukan dengan NU karena NU memiliki jaringan kelembagaan yang besar. Meski sebagian besar warga NU berada di Jawa, jaringan lembaga ini ada di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Lukman, daerah dengan jumlah penduduk miskin tinggi tersebar di lebih dari 65 persen wilayah Indonesia. Pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal hanya mencapai 3-4 persen per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang 6-7 persen.

Agar program pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal tidak hanya sekadar menjadi bantuan kemanusiaan dan menjadi program berkelanjutan, pengorganisasian masyarakat perlu dilakukan. Ormas memiliki peran penting untuk membantu penguatan kelompok masyarakat agar mampu mandiri.

Di NU sendiri, lanjut Hasyim, program pemberdayaan masyarakat dan ekonomi lokal ini akan dilakukan oleh badan-badan otonom yang ada di NU, seperti Muslimat, Fatayat, maupun Lembaga Perekonomian NU. (MZW)
KEMENTERIAN PDT - IAIN SURABAYA PERPANJANG KERJASAMA
Rabu, 5 Desember 2007 21:12:26


Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) RI memperpanjang kerjasama dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya dalam pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal di Jatim. Kerjasama itu untuk melaksanakan program PDT di empat daerah yakni Pacitan, Bangkalan, Sampang, dan Situbondo hingga akhir 2009.
Sebelumnya, pada akhir 2005 kerjasama dilakukan untuk pembangunan daerah tertinggal di Desa Sukokidul, Kecamatan Waru Trengggalek, Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Bondowoso, dan Desa Sanalaok Kecamatan Waru Pemekasan.
Menteri PDT, Ir Lukman Edy MSi usai penandatanganan kerjasama di Kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (5/12) mengatakan, peran perguruan tinggi tetap diperlukan dalam program PDT untuk menyederhanakan permasalahan kompleks yang ada di daerah tertinggal akibat banyaknya program pemberdayaan.
Dijelaskannya, semua instansi pemerintah mempunyai anggaran dana untuk pemberdayaan masyarakat. Untuk tahun ini, total anggaran pemberdayaan masyarakat dari masing-masing instansi Rp 30 triliun, jumlah itu meningkat drastis dari tahun sebelumnya Rp 9 triliun. Jumlah itu merupakan total anggaran pemberdayaan masyarakat.terbesar di banding negara-negara lain di dunia.
Hal itu berpotensi menimbulkan kerancuan penyaluran dan tumpang tindih program di daerah yang membuat pelaksanaan program kurang efisien. "Tugas perguruan tinggi adalah menyederhanakan permasalahan itu, dan peran pemerintah tinggal memecahkan masalah secara sederhana," katanya.
Sekretaris Daerah Propinsi Jatim, Dr H Soekarwo mengusulkan agar penyaluran bantuan hendaknya langsung kepada rekening bank kelompok masyarakat tanpa melalui perantara birokrasi. Hal itu selain untuk memberikan pembelajaran sistem perbankan kepada masyarakat, juga untuk meminimalisir kebocoran penyaluran dana bantuan.
Soekarwo juga mengusulkan agar pelaksanaan program hendaknya dengan mengutamakan dan memperhatikan potensi masyarakat, sementara pihak perguruan tinggi hanya mendampingi. "Kesalahan kita selama ini sering memandang masyarakat pedesaan itu lemah," ujarnya.
Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Ridwan Nasir mengatakan, keterlibatan IAIN dalam program itu menunjukkan wujud bahwa IAIN ikut berperan aktif dalam pembangunan. Secara teknis, program itu difasilitasi oleh lembaga unit di bawah IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam hal ini Pusat Studi Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (PSP2M).
PSP2M dalam melaksanakan program menggunakan pendekatan sosiologis kultural, karena ketiga daerah yang digarap sebelumnya adalah basis massa pesantren, maka pendekatannya dengan membangun perekonomian berbasis pesantren.
Pelaksanaan program dilakukan di antaranya dengan kajian pemetaan potensi masyarakat, pelatihan dan pembelajaran dalam bidang pengembangan ekonomi lokal, pengelolaan permukiman dan wilayah, kelembagaan sosial keagamaan, serta pengembangan jaringan informasi dan komunikasi. *(amd)
atu (SIB)
Menteri Negera Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Ir HM Lukman Edy MM mengatakan dari 818 desa tertinggal yang berada di Sumatera Utara atau 20 persen dari 2.000-an desa dari 199 kabupaten/kota, perlu diadakan perbaikan kesejahteraan dengan menerapkan berbagai program pemberdayaan masyarakat dan perbaikan sarana infrastruktur.
Hal itu dikatakan Menteri Negera Pembangunan Daerah Tertinggal (Meneg PDT) Lukman Edy kepada wartawan di sela-sela kunjungannya ke Desa Janji Manahan Kawat, Kecamatan Bilah Hulu, Labuhanbatu, Jumat (15/6).
Penyebab ketertinggalan daerah, kata Menteri PDT saat menghadiri pelantikan santri di Pondok Pesantrean Modern Darul Mukhsinin Desa Janji Manahan Kawat masih didominasi persoalan infrastruktur jalan yang menghubungkan ke daerah tersebut dengan desa luar.
“Pemerintah melalui Kementerian PDT akan melaksanakan program mengatasi persoalan daerah tertinggal dan kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pedesaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan program lainnya, dengan menyediakan dana bersumber dari APBN,” ungkapnya.
Di hadapan Menteri PDT, Wakil Bupati Labuhanbatu H Sudarwanto BSc mengungkapkan kondisi umum daerah Labuhanbatu. Ratusan kilometer jalan rusak, 37 desa sangat tertinggal dan terbelakang didiami sekira 213.911 jiwa penduduk di kawasan pesisir pantai timur Sumatera. Kondisi perekonomian penduduk sebesar 27,02 persen dalam keadaan miskin.
Katanya, untuk sektor pendidikan, angka partisipasi sekolah (APS) tingkat Sekolah Dasar (SD) mencapai 98,05 persen, SMP sekitar 86,53 persen, SMA/SMK lebih dari 66 persen sedangkan untuk Strata 1 hanya 2,70 persen.
Pada sektor infrastruktur, lebih dari 173 kilometer jalan negara dan tak kurang 217 kilometer jalan propinsi yang ada di Labuhanbatu serta sekitar 153 kilometer jalan kabupaten dalam kondisi rusak.
“Dari 242 desa/kelurahan yang ada di Labuhanbatu, 37 desa dalam kondisi sangat tertinggal dan terbelakang. Jumlah populasi penduduk yang mendiami daerah-daerah itu sekira 213.911 jiwa lebih didominasi di wilayah-wilayah pesisir Pantai Timur Sumatera,” paparnya.
Keterbelakangannya, tegas Sudarwanto, disebabkan faktor minimnya akses transportasi, pendidikan dan kesehatan. Pembangunan wilayah terisolir dan meningkatkan perekonomian masyarakat masih menghadapi kendala dengan keterbatasan dana untuk pembangunan infrastruktur jalan darat serta peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan.
“Pemkab Labuhanbatu telah melaksanakan program pembangunan wilayah terisolir dan meningkatkan perekonomian masyarakatnya, namun masih menghadapi kendala dengan keterbatasan dana untuk pembangunan infrastruktur jalan darat serta peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan belum sepenuhnya dapat terpenuhi,” urainya.
Di sela-sela kunjungannya tersebut serta penabalan nama dan gelar ‘Patuan Humala Sakti Hasibuan,’ Menteri PDT yang didampingi Wakil Ketua DPR-RI Muhaimin Iskandar, staf khusus Kementerian PDT Umar Sadat dan mewakili Gubernur Sumut Kepala Bappeda Propsu Ir RE Nainggolan, pada kesempatan itu juga menyaksikan acara wisuda kelas XII angkatan XIII dan syukuran kelas IX para santri dan santriwan Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Da’arul Muchsinin Janji Manahan Kawat.
Ketua Yayasan Ponpes Da’arul Muchsinin HM Husni Tamrin Hasibuan mengucapkan rasa terima kasih atas kesempatan para undangan untuk menghadiri acara wisuda dan syukuran tersebut. Dia mengharapkan prasarana jalan darat sepanjang 20 Km dari dan ke daerah itu yang kondisinya telah sangat memprihatinkan agar dapat diperhatikan.
“Yakinlah dengan pembangunan jalan dan jembatan yang ada di daerah ini, akan dapat mendongkrak pembangunan di daerah yang berbatasan langsung dengan Desa Tanjung Marulak Kecamatan Sei Kanan Labuhanbatu serta berbatas dengan Desa Silongge Kecamatan Dolok Kabupaten Tapanuli Selatan,” ujar Husni Tamrin. (S25/p)

Tidak ada komentar: