MATERIAL ATAU SPIRITUAL DULU?
Pertanyaan komentar ini bisa sulit atau mungkin mudah dijawab. Dalam kesehariannya, orang yang diberi hak untuk memimpin di suatu lembaga tak jarang menyelewengkan amanah tersebut. Penyelewengan ini kita kenal beberapa di antaranya soal korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sehingga dalam hati saya bertanya, yang jadi kyai atau tokoh agama kok masih ada yang menjadi "penyeleweng"? Jawabnya karena mereka belum makrifat. Lalu apalagi itu makrifat? Mungkin orang awam akan sulit menjawabnya. Namun, biasanya ada persepsi bahwa kesalahan atau penyelewengan itu adalah kewajaran karena mereka juga manusia.
Pertanyaan lain, material atau spiritual dulu yang harus dipenuhi? Dalam pernyataan lain, kita kadang cenderung mendahulukan materi daripada spiritual. Buktinya, banyak dari kita memenuhi nafsu perut (kebutuhan makan), baru kemudian kita beribadah (shalat). Dengan alasan bahwa dengan "pemenuhan" itu maka kekhusyukan ibadah akan terjaga. Benarkah demikian?
Logika sederhananya misal kita hendak shalat, apakah kita tidak menutup aurat kita dahulu (tidak berpakaian yang layak)? Artinya, di sini bahwa kesadaran akan perlunya shalat sebagai kekuatan spiritual, sedangkan baju atau pakaian sebagai kebutuhan material. Pendapat lain akan menyatakan, bahwa orang "untuk dapat memenuhi materi shalat" harus memenuhi kebutuhan materi berawal dari kesadaran akan usaha memenuhi kepentingan ibadahnya. Singkatnya, untuk pakai baju orang harus sadar kegunaan bajunya itu.
Pertanyaan ini tidak akan berhenti pada pencapaian jawaban tadi karena ada pertanyaan lainnya. Apakah kita harus cukup makan "materi" baru kita teguh untuk mengimani dan beribadah? Ataukah iman dulu baru kemudian kita cukupi makan kita? Semoga saudara/saudari bisa membantu memberikan jawaban. WIDODO Seorang "Pembelajar Pramuka" Joglo Universitas Negeri Semarang
JAWABAN DARI APOTEK KIMIA FARMA
Menanggapi surat pembaca di Kompas edisi Jawa Tengah pada tanggal 17 Januari 2007, bahwa permasalahan dengan yang bersangkutan sudah diselesaikan dengan baik.
Terima kasih atas saran dan kritik yang diberikan, semoga dapat memperbaiki pelayanan di apotek kami. Manajemen Apotek Kimia Farma Jalan Pemuda No 135 Semarang
SEHARUSNYA PDI-P MENOLAK PP 37/2006
Semenjak Pemerintah SBY dan Y Kalla, PDI-P secara tegas menyatakan sebagai partai oposisi dengan maksud mengkritisi jalannya pemerintahan SBY dan Y Kalla secara konsekuen.
Sekarang ini ada kesempatan yang baik, sebagian besar hati nurani rakyat termasuk banyak anggota DPRD/DPR menolak PP 37/2006 yang dianggap melukai hati nurani keadilan rakyat terutama rakyat yang merasakan penderitaan kemiskinan di seluruh wilayah Indonesia.
Karena sikap PDI-P yang tidak cepat dan tegas, berdampak memengaruhi sikap kader PDI-P di DPRD, semuanya mencerminkan sikap ragu-ragunya terhadap PP 37/2006. Contoh, salah satu anggota DPRD Jawa Tengah (dari PDI-P) menyatakan menunggu komando dari Pusat (PDI- P), apakah menerima atau menolak PP itu.
PDI-P sudah menyatakan partainya wong cilik mengapa tidak bersikap secara jelas dan terbuka kepada wong cilik. PKS saja partai yang lebih kecil dari PDI-P dan tak menyatakan sebagai partai oposisi, berani menentang.
Ingat pesan Bung Karno, bapak marhainisme, "Kalau ingin menjadi partai yang dicintai rakyat dengarlah suara rakyat". Jangan hanya melontar kritik, tapi tunjukkan sikap yang tegas dan tepat. DRS H SUHARDI Tinggal di Solo
SOSIALISASI AVIAN INFLUENZA
Indonesia adalah peringkat pertama korban virus flu burung di dunia yang saat ini korbannya lebih dari 60 jiwa. Akar rumput berkomentar, bertindaklah lebih giat lagi, lebih efisien pejabat- pejabat yang terkait sebelum kebakaran jenggot.
Saat ini kalau ada ayam mati mendadak, harus lapor siapa? Apa dibawa ke Rumah Sakit Dr Kariadi yang ditunjuk merawat pasien AI atau ke mana, padahal kebetulan ayam tersebut diserang virus flu burung, bingung.
Agar masyarakat mengerti, berilah penerangan, penjelasan, sosialisasikan mengenai wabah yang mengerikan itu. Di pedesaan, unggas adalah piaraan sebagai teman hidup masyarakat sebab kandangnya campur menjadi satu. Padahal menurut pakar AI, sangat berbahaya. Di dalam kota pun banyak rumah tangga yang memelihara unggas, misalnya ayam, itik, yang tidak dikandangkan. Supaya masyarakat paham, berilah sosialisasi. Sederhana saja kok solusinya, kumpulkan seluruh dokter hewan, baik negeri maupun swasta, peternak ayam di hadapan lurah se-Kota Semarang, jelaskan bahaya penyakit yang mematikan itu, dengan catatan, sekembalinya diharapkan mengumpulkan pengurus RT/RW/PKK, kalau perlu Dasa Wisma berilah penerangan. Jadi janganlah pupur sebelum benjut. YOYOK BUDY SUSETYO Pemerhati masyarakat
BELAJAR DARI JURU PARKIR
Setiap kali parkir sepeda motor di Pasar Saliwangi, Cilacap, saya mendapat perlakuan yang sangat baik. Setiap akan memarkir sepeda motor, maka sepeda motor diambil alih untuk ditata. Ketika akan mengambil sepeda motor, maka motor diambilkan dan belanjaan juga ditatakan, tinggal kita menghidupkan dan menjalankan. Uang parkirnya pun cukup Rp 500. Ini juga berlaku terhadap yang lain. Dari hal sederhana ini, kita dapat belajar banyak dari mereka. Mereka melayani dengan prima dan tulus, tak memperhitungkan uang parkir yang kecil. Coba kita bandingkan dengan anggota DPRD yang terhormat, dengan uang yang "melimpah", tapi kita belum bisa merasakan pelayanan yang diberikannya. Terlebih lagi dengan tunjangan-tunjangan yang bisa dua kali lipat gajinya.
Dengan ini, kita dapat belajar dan berkaca dari ketulusan orang kecil. THOMAS SUTASMAN Perum Griya Tritih Asri F6, Jeruklegi, Cilacap Warga Epistoholik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar